Selasa, Januari 15, 2013

Homili Selasa 15 Januari 2013



JALAN TUHAN TANPA HAMBATAN SETAN

(Ibr 2:5-12; Mrk 1:21b-28)
Selasa 15 Januari 2013
Dari Surabaya Untuk Dunia

P. Benediktus Bere Mali, SVD


Beberapa hari lalu jalan A. Yani macet total karena pohon pinang tumbang mengahalangi jalan. Apakah semua orang hanya menonton pohon tumbang itu tanpa memindahkannya? Tidak. Ada petugas yang bertindak cepat memindahkan pohon tumbang itu serta membersihkan jalan itu sehingga semua kendaraan berjalan lancar menuju tujuannya masing-masing.


Jalan Pewartaan Yesus tentang Kerajaan Allah berjalan di jalan menuju aneka wilayah dan terutama menuju wilayah hati setiap manusia. Perjalanan menuju tujuan itu tidak bebas hambatan. Setan atau iblis adalah musuh sekaligus penghalang jalan Tuhan menuju tujuan wilayah geografis seluruh dunia dan terutama menuju wilayah hati manusia. Supaya jalan tol Yesus dalam mewartakan Kerajaan Allah itu tanpa hambatan maka setan atau iblis yang menghalangi jalan harus dipindahkan di jalan menuju tujuan wilayah hati manusia.


Karena itulah ketika Yesus mewartakan Kerajaan Allah di dalam Rumah Ibadat di Kapernaum, yang dihadiri sekian banyak orang, Kerasukan setan dalam diri orang juga ada dalam kesempatan itu, diusir sehingga yang ada dan mendiami hati manusia tujuan akhir jalan Kerjaaan Allah yang diwartakan Yesus, menjadi tempat tinggal Tuhan di situ. Tuhan tinggal di dalam hati manusia, Kerajaan diam di dalam hati manusia sebagai pemimpin manusia berjalan di jalan yang baik dan benar. Dengan demikian manusia berjalan di jalan bersama Sabda Allah yang menyelamatkan semua orang melintas batas, bukan lagi berjalan bersama setan yang mencari kenuntungan dirinya sendiri yang menyesatkan banyak orang.

Hari ini Hari Raya Santo Arnoldus Janssen. Motonya adalah Misi Yesus adalah Misi Kita. PerutusanNya adalah peruntusan kita. Intisari adalah Misio Dei adalah sebyek bukan misi diri sebagai subyek. St. Arnoldus Janssen doakan kami agar kami berjalan di jalan Tuhan bukan berjalan di jalan setan.  

Senin, Januari 14, 2013

Homili Senin 14 Januari 2013

Mengikuti-Nya
vs
Menjauhi-Nya

(Ibr 1:1-6; Mrk 1:14-20)
Senin 14 Januari 2013
Dari Surabaya Untuk Dunia

P. Benediktus Bere Mali, SVD


Setiap panggilan hidup dipilih oleh banyak orang, misalnya banyak orang yang memilih kehidupan berkeluarga, banyak orang menentukan  pilihannya pada panggilan biarawan biarawati.


Di antara sekian banyak orang yang menentukan pilihan panggilan hidup yang disebutkan di atas, dapat dikelompokkan di dalam dua kelompok besar yaitu mereka yang selalu setia dalam menjalani panggilan hidupnya dan mereka yang mulai "ke lain hati" dalam perjalanan panggilan hidupnya.


Dalam Bacaan Injil, Para Murid menentukan panggilan hidupnya sebagai pemukat manusia. Panggilan itu diawali dengan ajakan Yesus kepada para murid pertama : "Mari ikutlah Aku". Mereka belum paham Sabda  Ajakan Yesus itu. Hal ini ditemukan dalam Yoh 1 yang berbicara juga tentang panggilan para murid. Mereka bertanya pada Yesus yang memanggil mereka : "Dimanakah Guru Tinggal?". Jawaban yang diberikan adalah "Mari dan Lihatlah". Dalam ketidakpahaman yang utuh itu, mereka memutuskan mengikuti Yesus.

Dalam sekian lama hidup dan tinggal bersama Yesus, serta bekerja bersama Yesus, ada proses perkembangan tetapi ada juga proses kemunduran di dalam panggilan mereka. Pengalaman para murid Yesus membuktikannya. Misalnya Petrus menjadi pemimpin hebat yang dikenang sampai selama-selamanya. Sedangkan Murid yang lain, Yudas menjadi orang yang mengkhianati Tuhan sendiri.


Dengan kata lain, pengikut Yesus terdiri dari dua kelompok besar yang terdiri dari  mereka yang berjalan di jalan Yesus semakin namanya disegani dan dihormati bahkan dikenang sepanjang zaman, sebaliknya mereka yang berjalan meninggalkan Yesus selalu diposisikan sebagai pengkhianat atau orang yang gagal.


Mereka yang mengikuti Yesus dengan setia, menjawabi warta Yesus: "bertobatlah dan percayalah kepada Injil". Mereka yang berjalan semakin menjauh dari Yesus, adalah orang yang mendengarkan Warta Yesus, terima dengan telinga kiri keluar pergi hilang di telinga kanan.


Kita termasuk kelompok mana? Kita sedang mengikuti Yesus. Di jalan ada dua arah jalan yang terbuka bagi kita. Selalu ikut jalan menuju Yesus atau berjalan menjauh atau meninggalkan Yesus. Barangkali cara pikir, cara kata dan cara laku kita selama ini selalu berada di jalan Tuhan. Atau sudah semakin menjauh dari Tuhan. Kita sadari dalam keheningan kita.

Minggu, Januari 13, 2013

Homili Minggu Pembaptisan Yesus, 13 Januari 2013



BAPTISAN MEMBUKA PINTU
GEREJA YG TERTUTUP

Yes 40:1-5.9-11; Tit 2:11-14;3:4-7; Luk 3:15-16.21-22
Minggu 13 Januari 2013,
Pesta Pembaptisan Tuhan
Dari Surabaya Untuk Dunia

P. Benediktus Bere Mali, SVD

Pengantar Misa :
Hari ini pesta pembaptisan Yesus. Baptisan Tuhan membuka pintu langit yang tertutup rapat oleh karena dosa Adam Lama. Baptisan Tuhan membuka pintu Gereja Jaya bagi umat manusia yang bertobat dan dibaptis dalam nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus.

Dalam kebebasan kita dibaptis dalam nama Tritunggal Maha Kudus, kita masuk ke dalam Gereja untuk hidup berdasarkan cinta kasih komunitas Allah Trirtunggal yang menyelamatkan.



Homili


Di awal kepemimpinan Jokowi, salah satu strategi yang digunakan adalah berkarya dengan paradigma "blusukan". Istilah blusukan pun semakin dikenal publik dalam hari-hari terakhir ini. Misalnya Opini "Blusukan", oleh Wijayanto Samirin, hal.7, Kompas, Sabtu, 12 Januari 2013.
Pemimpin melakukan blusukan ke bawah, ke masyarakat dan blusukan ke atas, kepada para elite. Intisari blusukan adalah turun ke lapangan, baik di kalangan masyarakat akar rumput maupun di kalangan kaum elite, dengan administrasi yang rapi, untuk sebuah kebaikan bersama atau kepentingan umum atau kesejahteraan bersama.
Prinsip kerja Blusukan yang dilakukan Jokowi ini sesungguhnya mulai mengetuk pintu kemalasan birokrasi atau birokrasi yang tidak rajin berbuat baik, yang selama ini tertutup rapat, dibuka kembali, dengan satu tujuan yaitu untuk membangun atau menciptakan birokrasi yang gesit rajin berbuat baik bagi kepentingan umum, sebagai sebuah tanggungjawab dan komitmen bersama.
Yesus pun boleh dibilang melakukan blusukan. Sebagai tokoh spiritual, Yesus turba, turun ke bawah situasi real umat manusia, mengenal umat dengan administrasi keselamatan yang rapi dari Misi Allah. Misi Allah untuk menyelamatkan semua, terlaksana dalam diri Yesus. Misi itu diawali dengan Yesus turun ke bawah, dalam cara hidup manusia, dengan dibaptis oleh Yohanes, sebagai awal pelantikan Yesus untuk memulai karya misiNya.
Yesus pun melakukan blusukan ke atas dengan Allah di atas langit di dalam surga. Hal ini tampak dalam Sabda ini. "Setelah dibaptis, Yesus berdoa, maka terbukalah langit dan Roh Kudus turun ke atas-Nya. Terdengarlah suara dari langit : Engkaulah Anak yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan”. Hal ini menyatakan bahwa Pembaptisan Yesus sebagai pelantikan awal karya Misi Allah, disahkan dan diresmikan dalam pengakuan dan kehadiran Bapa dan Roh Kudus. Misi Yesus adalah Misi Bapa dan Roh Kudus. Misi yang dikembangkan Yesus adalah menghadirkan misi Allah Tritunggal Maha Kudus.
Yesus sebagai pemimpin spiritual sekaligus sebagai penyelamat, melalui blusukan ke bawah dan blusukan ke atas atau blusukan dari atas, atau dalam bahasa teologi: Yesus sebagai Allah yang imanen sekaligus transenden, atau Yesus sebagai Allah akbar Allah Akrap, telah menjadi jembatan yang menyelamatkan antara umat di bumi dengan Allah di Surga. Pembaptisan Yesus membuka pintu langit bagi umat manusia yang bertobat dan yang menerima baptisan dalam nama Bapa Putera dan Roh Kudus. Yesus adalah Adam Baru yang membuka kembali pintu surga yang tertutup oleh karena dosa kesombongan Adam Lama. Yesus adalah Adam Baru yang membuka pintu surga dengan kerendahan hatiNya. Kerendahan hati itulah terungkap dalam Yesus dibaptis oleh Yohanes.
Pintu Gereja ziarah dibuka bagi kita untuk masuk ke dalamnya menjadi anggota, melalui Sakramen Baptis yang kita terima. Pembaptisan juga membukakan pintu langit di Surga atau Pembaptisan membuka pintu Gereja Jaya di Surga bagi kita melalui jalan salib Tuhan Yesus, yang puncaknya ada dalam kebangkitanNya dari alam maut pada saat paskah.
Oleh karena itu Baptisan menempatkan kita pada tugas perutusan sebagai jembatan antara Dunia dengan Surga. Baptisan membuat kita menjadi jembatan yang aman bagi generasi tua dengan generasi muda. Baptisan menjadikan kita jembatan damai antara pihak-pihak yang konflik. Baptisan membuat kita menjadi jembatan damai antara aneka pembedaan asal, suku dan kepentingan. Baptisan dalam nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus membuat kita menempuh jalan hidup berdasarkan paradigma Allah Tritunggal Maha Kudus, pokok keselamatan kita. Baptisan membuat kita rajin berbuat baik bagi semua orang lintas batas.

Sabtu, Januari 12, 2013

HOMILI Sabtu 12 Januari 2013




SEGAN RAMAH
PADA YANG RENDAH HATI


1Yoh 5:14-21;Yoh 3:22-30
Sabtu, 12 Januari 2013
Dari Surabaya Untuk Dunia


P. Benediktus Bere Mali, SVD


Hanya ada dua kemungkinan yang bisa terjadi dalam diri seseorang yang sukses dalam hidupnya atau berhasil meraih yang terbaik dalam hidupnya atau sering disebut sebagai orang yang hebat di dalam hidupnya. Dua kemungkinan itu bisa terjadi dan bisa jadi hidup dan ada dalam diri kita atau salah satunya saja ada di dalam diri kita.


Kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi dalam diri orang yang berhasil adalah seseorang yang terbaik itu bisa jadi akan menjadi semakin berada di atas rel kesombongan intelektual, kesombongan  spiritual, kesombongan ekonomi, kesombongan jabatan ATAU seseorang yang sudah meraih prestasi yang tinggi itu bisa jadi akan menjadi semakin memiliki kerendahan hati intelektual atau spiritual atau ekonomi atau kerendahan hati di dalam jabatan yang sedang diterima dan dijalaninya.


Kesombongan intelektual atau kesombongan spiritual atau kesombongan ekonomi atau kesombongan jabatan seseorang bisa jadi mendatangkan kebanggaan bagi diri sendiri tetapi mendatangkan antipati dari sesama. Kerendahan hati intelektual atau kerendahan hati spiritual atau kerendahan hati ekonomi atau kerendahan hati jabatan mendatangkan apresiasi dan segan ramah dari sesama sekitar.


Di antara sekian banyak tokoh hebat dalam Kitab Suci, ada satu tokoh yang secara terbuka dan transparan menempatkan diri di hadapan Tuhan dan manusia, yang diungkapkan dalam kata kunci kerendahan hati spiritual /intelektual bukan kesombongan spiritual / intelektual. Tokoh itu adalah Yohanes Pembaptis. Kesombongan intelektual atau kesombongan spiritual tidak menempati hati nurani Yohanes Pembaptis. Kerendahan hati intelektual atau kerendahan hati spiritual yang mendiami ruangan dirinya yang menuntun perjalanan panggilan hidupnya. Ungkapan yang merangkum karakter pribadinya tertulis dalan kata-kata yang diungkapkan Yohanes Pembaptis :"Aku harus semakin kecil DIA harus semakin besar".


Kerendahan hati spiritual Yohanes mengutamakan kemuliaan Tuhan bukan mencari kemuliaan dirinya. Orang yang mengutamakan Allah dalam perziarahan spiritual seperti Yohanes adalah teladan bagi manusia zaman modern yang semakin mencari popularitas diri dan semakin dibimbing roh kesombongan intelektual dan spiritual atau ekonomi baik dalam kata, sikap maupun perilaku. Bagaimana dengan keunggulan dan kelebihan yang kumiliki? Apakah membuatku semakin rendah hati atau semakin mencari kemuliaan diri?

Kamis, Januari 10, 2013

Kotbah Misa, Jumat 11 Januari 2013



CARA BARU DALAM BERDOA
Jumat, 11 Januari 2013
1 Yoh 5:5-13; Luk 5:12-16
                                                    Dari Surabaya Untuk Dunia                    

P. Benediktus Bere Mali, SVD

Pada zaman ini banyak orang tua yang mengeluh dalam membina anak-anak.  Mereka mengatakan bahwa kalau dulu anak-anak mendengarkan orang tua yang berbicara dalam mengarahkan anak-anak. Anak-anak sekarang mendengarkan kehendak sendiri. Kalau dulu orang tua berbicara dan mengarahkan anak, anak-anak sopan mendengarkan dan melaksanakan kehendak orang tua. Anak-anak sekarang sulit dan bahkan tidak mendengarkan kata-kata arahan orang tua dan melaksanakan apa yang mereka sendiri kehendaki. Dengan kata lain, anak-anak dulu berparadigma “terjadilah padaku menurut kata baik dan benar orang tua”.  Tetapi anak-anak kini berparadigma “terjadilah padaku menurut kehendakku”. 

Menghadapi anak zaman ini orang tua harus menemukan paradigma yang tepat dalam mendampingi dan mengarahkan anak. Paradigma baru yang paling tepat adalah “menurut kehendak anak dan orang tua atau menurut kehendak kita, bukan kehendak orang tua saja atau kehendak anak saja”.  Menggunakan kehendak kita berarti orang tua harus melibatkan diri dalam zaman anak-anak dalam mengantar anak atau menuntun anak pada jalan yang baik dan benar yaitu jalan yang menyelamatkan.

Bacaan suci hari ini khususnya bacaan Injil menggunakan paradigma “menurut kehendak kita” dalam doa orang yang sedang sakit kusta. Alasan mendasar bahwa doa orang sakit kusta itu menggunakan paradigma “menurut kehendak kita” karena orang sakit kusta itu pada satu sisi sebagai subyek yang menentukan imannya datang dan bersujud serta berdoa kepada Yesus, “jika Tuhan mau, tuan dapat mentahirkan aku”.  Pada sisi lain, doa yang lahir dari kehendak bebas dan kepasrahan orang sakit kusta itu, dikabulkan Tuhan Yesus, yang menunjukkan bahwa kesembuhan yang tejadi dan dialami orang sakit yang sembuh itu adalah karena kehendak Allah. Jadi kesembuhan itu terjadi atas kerjasama kehendak manusia yang sakit dengan kehendak Tuhan Yesus.  Berkat iman orang sakit maka mujizat penyembuhan dari Tuhan terjadi atas diri orang sakit.