Homili Jumat Agung. C. 29 Maret 2013
Yes 52:13-53:12
Mzm 31:2.6.12-13.15-16.17.25; Ul:
Luk 23:46
Ibr 4 : 14 -16; 5:7-9
Yoh 18 : 1 – 19 : 42
“DeritaNya Deritaku”
*P. Benediktus Bere Mali, SVD*
Thomas A
Kempis pernah berkata: “Jika engkau memanggul salibmu dengan sukacita maka
salibmu akan memanggulmu”. Tetapi
kalau anda memanggul salibmu dengan penuh beban maka salibmu itu akan terus
menindasmu.
Bertolak dari pernyataan di atas kita dapat memaknai
Derita Tuhan Yesus dan KematianNya, dan kita juga dapat memaknai derita kita
masing-masing di dalam perjalanan hidup kita. Kita semestinya secara kritis membedakan antara penderitaan Tuhan Yesus
dengan aneka macam penderitaan kita manusia. Pertanyaan yang muncul adalah apa
perbedaan antara penderitaan kita manusia dengan penderitaan Tuhan Yesus?
Apakah setiap penderitaan manusia itu disamakan dengan penderitaan Tuhan
Yesus?
Setiap penderitaan manusia tidak dapat diidentikan
dengan penderitaan Tuhan Yesus.
Penderitaan Tuhan Yesus itu unik dari awal hidupNya sampai akhir
hidupNya di Salib. Yesus menderita tanpa ada kesalahan dan dosaNya. Yesus
menderita karena dituduh salah. Yesus menderita dan mati karena kesalahan dosa
orang lain yaitu kita umat manusia. Yesus menderita karena mengatakan yang
benar adalah benar dan yang salah adalah salah. KebenaranNya berasal dari Allah
yang mengutusNya ke dunia. Sebaliknya kita manusia bisa jadi menderita karena
kesalahan dan kelalaian kita sendiri. Misalnya kita menderita sakit karena kita
tidak disiplin makan, istirahat, bekerja dan olahraga. Seseorang sakit HIV /AIDS
karena tidak disiplin dan tidak dapat mengendalikan dirinya dalam relasi. Kita
menanggung berbagai olokan dan cercaan serta menjadi buah bibir khalayak ramai
karena kita menyangkal dan melanggar identitas kita yang diakui publik maupun
yang diakui secara hukum religius atau
sipil. Misalnya kita melanggar kehidupan perkawinan yang monogami dengan poligami.
Kita menyangkal sakramen imamat dengan hidup amoral. Kita menyangkal kaul-kaul
kita dengan melanggar kaul-kaul kita dan diketahui oleh publik dengan bukti
yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan.
Penderitaan kita hanya dapat diidentikan dengan
penderitaan Yesus yang kita kenangkan pada hari ini, kalau kita menderita
karena kita mengatakan yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah. Kebenaran
itu berdasarkan kehendak Allah yang kita imani.
Bacaan pertama menampilkan Hamba Yahwe adalah orang
benar yang menderita karena dianiayah. Penderitaannya membawa berkat dan
penebusan bagi sesama yang dibela dan diselamatkan dalam kebenaran Tuhan
sendiri. Dalam Perjanjian Lama, mereka yang menjadi hamba Yahwe itu adalah
orang yang mewartakan kebenaran, kebaikan dan keselamatan Allah Israel dan
mendapat penganiayaan dari mereka yang anti kebenaran, kebaikan serta
keselamatan bangsa Israel. Hamba Yahwe menderita karena dia menanggung penyakit
kita. Hamba Yahwe menderita karena dia memikul kesengsaraan kita. Dia
diremukkan oleh karena kejahatan kita. Penderitaannya mendatangkan keselamatan
bagi kita. Dia menderita supaya kita sembuh. Dia menderita karena berjuang
menuntun kita kembali berjalan di atas jalan sesat yang mematikan kepada jalan
selamat yang memberi hidup dan kehidupan. Dia kena tulah karena pemberontakan
kita terhadap Tuhan. Dia berada di antara para penjahat tetapi tidak melakukan
kekerasan. Kehendak Tuhan terlaksana dalam dirinya yang menderita demi
keselamatan banyak orang. Tuhan mengatakan Dia adalah orang yang benar, akan
membenarkan banyak orang dengan hikmatnya. Dia memikul kejahatan para penjahat.
Dia juga berdoa bagi pemberontak-pemberontak.
Mazmur tanggapan mengemukakan doa Hamba Yahwe mohon
perlindungan dan kekuatan Tuhan dalam menanggung penderitaan karena membela
kebenaran, kebaikan, keadilan, kedamaian serta keselamatan universal langgar
batas. Doa orang yang benar didengarkan dan dikabulkan oleh Tuhan. Tuhan memberikan
sukacita bathin dalam menanggung penderitaan karena keselamatan banyak orang.
Bacaan Kedua menampilkan Imam Agung yaitu Yesus
Kristus Anak Allah, yang menjadi pokok keselamatan bagi semua orang yang taat
kepadaNya. Doa Yesus sebagai orang saleh kepada BapaNya di Surga, yang
menyelamatkanNya dari maut, berkat ketaatanNya kepada BapaNya sampai mati di
kayu salib. Setelah Ia mencapai kesempurnaan, Ia menjadi pokok keselamatan
abadi bagi semua orang yang taat kepada-Nya.
Bacaan Injil Kisah Sengsara Tuhan Yesus menurut
Injil Yohanes menampilkan Yesus yang menderita dan wafat karena mewartakan kebenaran
BapaNya sebagai pemenuhan Hamba Yahwe yang diramalkan di dalam Perjanjian Lama,
khususnya dalam bacaan pertama. Yesus selama berkarya, dengan Sabda dan
MujizatNya mewartakan kebaikan, kebenaran serta keselamatan lintas batas. Yesus
dituduh sebagai pengkhianat Allah lalu berdasarkan itu Yesus dihukum. Pada hal yang
benar adalah YAHWE yang diimani orang Yahudi seperti yang ada dalam Hukum Musa terpenuhi
dalam diri Yesus. Para penguasa sipil dan religius menjatuhi sebuah hukuman
yang tidak adil dan tidak benar atas diriNya. Bagi Tuhan Yesus tidak perlu
memberikan suara atau berbicara atau berdiskusi karena lembaga pengadilan yang
berwibawah dalam Bangsa Yahudi dan
Romawi tidak berdiri di atas kebenaran, kebaikan, keadilan, kedamaian serta
keselamatan universal. Tetapi hanya berpihak pada orang-orang atasan yaitu para
elite Romawi dan elite religius Yahudi yang telah saling berselingkuh untuk
kepuasan mereka yang sesaat, untuk kepentingan kuasa dan jabatan, materi uang, dan nama mereka sendiri. Yesus
datang mewartakan kebenaran bukan kesalahan. Maka yang salah tidak perlu
dijawab atau didiskusikan karena toh hasilnya akan salah dan menyesatkan. Hal
ini secara eksplisit dalam pertanyaan
Pilatus kepada Yesus: Apa itu kebenaran? Yesus tidak menjawab atau diam
saja. Mengapa? Karena pertanyaan itu salah. Pertanyaan yang benar adalah Siapa
itu kebenaran? Yesus adalah Sang Kebenaran Sejati. Pilatus pun mengatakan kepada orang-orang
Yahudi bahwa dia tidak menemukan kesalahan apapun padaNya. Tetapi orang-orang
Yahudi terus mendesak dan berteriak “salibkan Dia” maka Pilatus pun mengambil
keputusan fatal: “Ambil saja sendiri dan salibkanlah Dia. Sebab aku tidak
mendapati kesalahan apa pun pada-Nya.” Jawab orang-orang Yahudi kepadanya: “
Kami mempunyai hukum, dan menurut hukum itu Ia harus mati, sebab Ia menganggap
diriNya sebagai anak Allah.”
Yesus adalah Anak Allah. Yesus adalah kepenuhan
Hamba Yahwe yang diramalkan dalam Perjanjian Lama, khususnya di dalam Bacaan
Pertama. Yahweh adalah satu-satunya
Penguasa orang Yahudi. YAHWEH itu
ditulis dalam HUKUM TAURAT . YAHWEH dan HUKUM TAURAT adalah identitas Bangsa
Yahudi. Tetapi ketika mereka membunuh YAHWE yang mengalami kepenuhan di dalam
diri Tuhan Yesus sesungguhnya mereka membunuh harga diri mereka sendiri. YAHWE telah mati. Hukum Taurat telah mati.
Harga diri mereka hilang untuk selamanya. Orang Yahudi meninggalkan YAHWEH
menuju KAISAR. Mereka meninggal Hukum Taurat sebagai Hukum Religius mereka
menuju Hukum Sipil Romawi. Mereka krisis identitas.
Kita
masing-masing memiliki identitas pribadi maupun
kelompok dan bangsa. Sebagai umat Katolik kita mempunyai identitas yang
menyatukan kita.
Seorang yang menjalani panggilan kehidupan berkeluarga memiliki
identitas yang
mengikat yaitu sakramen perkawinan. Seorang yang tertahbis diikat oleh
sakramen
imamat. Seorang biarawan atau biarawati diikat oleh kaul-kaul kehidupan
membiara. Identitas Bangsa Indonesia diikat oleh Pancasila, UUD 1945,
NKRI, Bhineka Tunggal Ika. Seorang yang berjalan dalam lingkaran
identitas panggilannya itu berarti
dia setia di dalam panggilannya. Dengan demikian identitasnya tidak
mengalami krisis. Sebaliknya
seorang yang meninggalkan lingkaran identitas panggilannya dan atau
melompat
keluar dari pagar identitas panggilannya berarti dia mengalami krisis
identitas.Dia kehilangan harga dirinya.