Rabu, April 24, 2013

Teologi Wajah



Wajah-nya Mirip Wajah-Nya
*P. Benediktus Bere Mali SVD*
Saya selalu menyimpan foto Bapa dan mama di dompet. Saya ketika kangen sama orang tua saya membuka dompet lalu melihat foto wajah mama dan bapa. Semakin sering melihat wajah Bapa dan mama semakin saya menemukan bahwa wajah Bapa dan Mama semakin mirip. Saya sampai suatu saat mengatakan dalam hati bahwa wajah bapa dan mama mirip sekali. Bahkan saya mengatakan kepada mama dan bapa seperti kakak dan adik bukan sebagai orang asing yang berbeda satu dengan yang lain.


Pada tanggal 1-3 April 2011 ada pertemuan di sebuah tempat rumah retret di Jawa Timur, Keuskupan Malang. Dalam pertemuan itu ada satu pokok pembicaraan itu yang sangat menyentuh saya. Tema pembicaraan itu adalah mengenal sesama melalui wajah. Pembicaran itu bermuara dari psikologi wajah menuju teologi wajah.
Psikologi wajah berkata bahwa semakin lama hidup dalam kebersamaan dalam aneka ilmu yang mengitari manusia semakin mirip tampilan wajah-wajah yang hidup bersama. Semakin tulus hidup orang-orang dalam sebuah kebersamaan komunitas atau kelompok  semakin mirip wajah-wajah manusia yang hidup di dalam ketulusan di dalam komunitas atau kelompok itu. Sebaliknya semakin beda dalam segala lini kehidupan setiap individu yang hidup di dalam sebuah kebersamaan dalam sebuah komunitas, semakin beda tampilan wajah-wajah individu yang hidup di dalam kebersamaan itu. Semakin rukun individu-individu yang ada di dalam sebuah kelompok, keluarga, komunitas, semakin mirip wajah-wajah dari setiap individu yang ada di dalam sebuah komunitas keluarga atau komunitas biara atau dalam sebuah Gereja. Semakin setiap individu hidup mengabaikan agenda bersama dan tujuan bersama dan mengutamakan tujuan pribadi atau golongan, sehingga melahirkan aneka konflik dalam berbagai bidang kehidupan, semakin beda wajah-wajah setiap individu yang hidup di dalam sebuah komunitas keluarga atau komunitas biara atau komunitas Gereja Katolik.
Injil hari ini berbicara tentang Kesamaan wajah Yesus, wajah Bapa dan wajah Roh Kudus. Wajah Trinitas sama, dari kekal sampai kekal dalam komunitas Allah Tritunggal Maha Kudus. Kesamaan itu dalam pola pikir, cara berkata dan cara kerja yang mempunyai satu tujuan yaitu menyelamatkan semua orang lintas batas.
Para Rasul adalah orang yang dekat dan tinggal bersama dengan Yesus secara utuh   dalam iman yang kokoh kepada Yesus Kristus Yang Telah Bangkit. Wajah mereka semakin dekat dengan wajah Yesus maka semakin mirip wajah mereka dengan Wajah Yesus. Selalu mereka tinggal di dalam kedekatan iman kepada Tuhan Yesus yang telah bangkit, semakin mereka mirip dengan wajah Tuhan Yesus. Artinya bahwa kedekatan dengan Yesus secara tulus dan ikhlas dalam iman itu membentuk kemiripian dalam pola pikir,  cara berkata, dan cara bekerja untuk tujuan menyelamatkan semua orang langgar batas. Pewartaan dan mujizat para murid mirip dengan sabda dan tanda yang telah dilakukan Yesus selama hidup bersama dengan mereka secara fisik. Paskah selalu menghadirkan  Roh Kebangkitan Kristus di dalam diri para murid yang mewartakan kebangkitanNya kepada segala bangsa dan mengadakan mujizat-mujizat  dalan nama Yesus yang telah bangkit. Mereka yang mengalami mujizat semakin percaya kepada Kristus yang telah bangkit dan memberikan kesaksian   iman kepada sesame tentang pengalaman kebangkitan yang dialami di dalam mujizat itu.
Kita setiap hari berdoa dan mengikuti Ekaristi Kudus.  Doa pribadi dan doa bersama secaa tulus dan penuh cinta, adalah ungkapan kedekatan kita yang sangat mendalam dengan Wajah Tuhan Yesus yang telah bangkit menyelamatkan kita dan semua orang melintas batas. Semakin dalam hubungan iman yang tulus kepada wajah Tuhan Yesus, maka semakin mirip cara berpikir kita, cara berkata-kata kita dan cara bertindak kita sesuai Yesus yang datang ke dunia hanya untuk menyelamatkan semua orang melintas batas bukan menghakimi sesama.
Seorang imam semakin dalam merayakan Ekaristi maka semakin mirip atau hidupnya seperti Yesus. Sebaliknya seorang imam yang semakin jauh dari Ekaristi semakin jauh kemiripan wajahnya dengan WajahNya. Seorang yang setia berdoa kepada Tuhan, wajahnya seperti wajah Allah. Contoh pengalaman Stefanus ketika dirajam. Sebaliknya orang yang berdoa rame-rame dan keluar dari tempat ibadah membakar kediaman orang lain atau membakar sesama secara bengis itu kontradiksi antara doa dengan perilakunya. Artinya wajah fisiknya berdoa tetapi wajah hatinya asing dengan wajah Allah.


Homili Rabu 24 April 2013 di Paroki Roh Kudus Rungkut Surabaya
Kis 12 : 24 – 13 : 5a
Mzm 67 : 2 – 3.5.6.8
Yoh 12 : 44 – 50

***


Homili Rabu 24 April 2013 di Paroki Roh Kudus Rungkut Surabaya
Kis 12 : 24 – 13 : 5a
Mzm 67 : 2 – 3.5.6.8
Yoh 12 : 44 – 50

***

Homili Rabu 24 April 2013



Wajah-nya Mirip Wajah-Nya
*P. Benediktus Bere Mali SVD*
Saya selalu menyimpan foto Bapa dan mama di dompet. Saya ketika kangen sama orang tua saya membuka dompet lalu melihat foto wajah mama dan bapa. Semakin sering melihat wajah Bapa dan mama semakin saya menemukan bahwa wajah Bapa dan Mama semakin mirip. Saya sampai suatu saat mengatakan dalam hati bahwa wajah bapa dan mama mirip sekali. Bahkan saya mengatakan kepada mama dan bapa seperti kakak dan adik bukan sebagai orang asing yang berbeda satu dengan yang lain.


Pada tanggal 1-3 April 2011 ada pertemuan di sebuah tempat rumah retret di Jawa Timur, Keuskupan Malang. Dalam pertemuan itu ada satu pokok pembicaraan itu yang sangat menyentuh saya. Tema pembicaraan itu adalah mengenal sesama melalui wajah. Pembicaran itu bermuara dari psikologi wajah menuju teologi wajah.
Psikologi wajah berkata bahwa semakin lama hidup dalam kebersamaan dalam aneka ilmu yang mengitari manusia semakin mirip tampilan wajah-wajah yang hidup bersama. Semakin tulus hidup orang-orang dalam sebuah kebersamaan komunitas atau kelompok  semakin mirip wajah-wajah manusia yang hidup di dalam ketulusan di dalam komunitas atau kelompok itu. Sebaliknya semakin beda dalam segala lini kehidupan setiap individu yang hidup di dalam sebuah kebersamaan dalam sebuah komunitas, semakin beda tampilan wajah-wajah individu yang hidup di dalam kebersamaan itu. Semakin rukun individu-individu yang ada di dalam sebuah kelompok, keluarga, komunitas, semakin mirip wajah-wajah dari setiap individu yang ada di dalam sebuah komunitas keluarga atau komunitas biara atau dalam sebuah Gereja. Semakin setiap individu hidup mengabaikan agenda bersama dan tujuan bersama dan mengutamakan tujuan pribadi atau golongan, sehingga melahirkan aneka konflik dalam berbagai bidang kehidupan, semakin beda wajah-wajah setiap individu yang hidup di dalam sebuah komunitas keluarga atau komunitas biara atau komunitas Gereja Katolik.
Injil hari ini berbicara tentang Kesamaan wajah Yesus, wajah Bapa dan wajah Roh Kudus. Wajah Trinitas sama, dari kekal sampai kekal dalam komunitas Allah Tritunggal Maha Kudus. Kesamaan itu dalam pola pikir, cara berkata dan cara kerja yang mempunyai satu tujuan yaitu menyelamatkan semua orang lintas batas.
Para Rasul adalah orang yang dekat dan tinggal bersama dengan Yesus secara utuh   dalam iman yang kokoh kepada Yesus Kristus Yang Telah Bangkit. Wajah mereka semakin dekat dengan wajah Yesus maka semakin mirip wajah mereka dengan Wajah Yesus. Selalu mereka tinggal di dalam kedekatan iman kepada Tuhan Yesus yang telah bangkit, semakin mereka mirip dengan wajah Tuhan Yesus. Artinya bahwa kedekatan dengan Yesus secara tulus dan ikhlas dalam iman itu membentuk kemiripian dalam pola pikir,  cara berkata, dan cara bekerja untuk tujuan menyelamatkan semua orang langgar batas. Pewartaan dan mujizat para murid mirip dengan sabda dan tanda yang telah dilakukan Yesus selama hidup bersama dengan mereka secara fisik. Paskah selalu menghadirkan  Roh Kebangkitan Kristus di dalam diri para murid yang mewartakan kebangkitanNya kepada segala bangsa dan mengadakan mujizat-mujizat  dalan nama Yesus yang telah bangkit. Mereka yang mengalami mujizat semakin percaya kepada Kristus yang telah bangkit dan memberikan kesaksian   iman kepada sesame tentang pengalaman kebangkitan yang dialami di dalam mujizat itu.
Kita setiap hari berdoa dan mengikuti Ekaristi Kudus.  Doa pribadi dan doa bersama secaa tulus dan penuh cinta, adalah ungkapan kedekatan kita yang sangat mendalam dengan Wajah Tuhan Yesus yang telah bangkit menyelamatkan kita dan semua orang melintas batas. Semakin dalam hubungan iman yang tulus kepada wajah Tuhan Yesus, maka semakin mirip cara berpikir kita, cara berkata-kata kita dan cara bertindak kita sesuai Yesus yang datang ke dunia hanya untuk menyelamatkan semua orang melintas batas bukan menghakimi sesama.
Seorang imam semakin dalam merayakan Ekaristi maka semakin mirip atau hidupnya seperti Yesus. Sebaliknya seorang imam yang semakin jauh dari Ekaristi semakin jauh kemiripan wajahnya dengan WajahNya. Seorang yang setia berdoa kepada Tuhan, wajahnya seperti wajah Allah. Contoh pengalaman Stefanus ketika dirajam. Sebaliknya orang yang berdoa rame-rame dan keluar dari tempat ibadah membakar kediaman orang lain atau membakar sesama secara bengis itu kontradiksi antara doa dengan perilakunya. Artinya wajah fisiknya berdoa tetapi wajah hatinya asing dengan wajah Allah.


Homili Rabu 24 April 2013 di Paroki Roh Kudus Rungkut Surabaya
Kis 12 : 24 – 13 : 5a
Mzm 67 : 2 – 3.5.6.8
Yoh 12 : 44 – 50

***


Homili Rabu 24 April 2013 di Paroki Roh Kudus Rungkut Surabaya
Kis 12 : 24 – 13 : 5a
Mzm 67 : 2 – 3.5.6.8
Yoh 12 : 44 – 50

***

Selasa, April 23, 2013

Homili Selasa 23 April 2013



“Agama Yahudi vs Agama Kristen (Kis 11:26)”
*P. Benediktus Bere Mali, SVD*

Kehidupan Orang Kristen senantiasa menemui banyak pertanyaan seperti ini. Sejak kapan Agama Kristen itu lahir? Mengapa Agama Kristen itu lahir?
Agama Kristen lahir setelah Kristus bangkit. Agama Kristen lahir di Antiokhia (Kis 11: 26). Para muridNya menerima banyak kali penampakan Paskah dan Roh Paskah senantiasa menyertai para murid di dalam memberikan pewartaan dan kesaksian serta mujizat penyembuhan orang sakit dan mujizat kebangkitan orang mati yang dilaksanakan oleh para muridNya di dalam nama Tuhan Yesus, yang membangkitkan iman dan kepercayaan banyak orang kepada Kristus yang telah bangkit, tetapi menjadi batu sandungan bagi kemajuan dan perkembangan Agama Yahudi yang dikendalikan secara legal dalam institusi Sanhedrin. Maka para murid keluar dari wilayah Yahudi dan pergi keluar kepada bangsa-bangsa lain mewartakan Kristus dan mengadakan mujizat dalam nama Tuhan Yesus yang telah bangkit.
Pernyataan di atas muncullah pertanyaan ini: Apa ide dasar yang membedakan antara agama Yahudi dengan Agama Kristen? Perbedaan mendasar antara Agama Yahudi dengan Agama Kristen sebetulnya terletak di dalam Partikularitas dan universalitas keselamatan.
Agama Yahudi adalah Agama yang para penganutnya menaruh kepercayaan kepada YAHWE yang disistematisasi di dalam Taurat Musa dengan satu pemahaman akan partikularitas keselamatan hanya pada bangsa Yahudi atau Israel, sebaliknya menutupi pintu keselamatan bagi orang-orang lain yang hidupnya tidak berdasarkan Taurat Musa secara lahiriah belaka. Sedangkan Agama Kristen adalah  agama yang para penganutnya menaruh kepercayaan kepada Kristus Yesus yang telah bangkit dari Kubur pada hari ketiga, setelah ditangkap, disiksa, dibunuh oleh kelompok Sanhedrin dan dimakamkan. Yesus Kristus yang telah bangkit adalah pemenuhan pemahaman dan kepercayaan akan YAHWE di dalam Hukum Taurat, yang disistematisasi di dalam Kitab Suci Perjanjian Baru. 
Orang Kristen percaya kepada Kristus sebagai pemenuhan YAHWE di dalam Perjanjian Lama sedangkan Orang Yahudi tidak percaya kepada Kristus yang telah bangkit.  Orang Yahudi memiliki Allah yang hanya menyelamatkan mereka sendiri tetapi tidak menyelamatkan sesama yang lain yang bukan bangsa Yahudi. Orang-orang Kristen dimiliki Allah yang telah menjadi nyata di dalam diri Kristus yang telah bangkit dan menyelamatkan bangsa Yahudi dan bangsa-bangsa lain melintas batas. Orang-orang Yahudi merasa terancam dengan kehadiran Yesus Kristus yang elah bangkit yang diwartakan oleh para murid kepada orang Yahudi maupun bangsa-bangsa lain, dalam pewartaan dan mujizat, sehingga semakin banyak orang yang percaya kepada Kristus. Orang Yahudi yang merasa terancam oleh para pengikut Kristus, mumpung mereka memiliki kuasa dalam insitusi keagamaan bangsa Yahudi, memanfaatkan posisi legal itu menindas dan menganiayah orang Kristen yang percaya kepada Kritus dengan satu tujuan penghapusan jejak sejarah Yesus Kristus yang telah bangkit sebagai puncak pemenuhan Perjanjian Lama dalam Perjanjian Baru.
Penganiayaan itu bukannya mematikan semangat paskah para Para MuridNya. Seperti emas, semakin dibakar dalam penganiayaan semakin kokoh keyakinan dan kepercayaan mereka kepada Kristus Yang Telah Bangkit membawa keselamatan universal bagi bangsa Yahudi maupun bangsa-bangsa lain. Semakian dianiayah semakin berkembanglah Agama Kristen. Agama Kristen berkembang sampai hari ini dan pasti seterusnya terus berkembang. Hal ini menunjukkan bahwa Agama Kristus Sungguh lahir atas kehendak Allah bukan kehendak manusia. Sebab kalau atas kehendak manusia maka ketika para pendiri Agama Kristen itu meninggal, maka bubarlah Agama Kristen. Ternyata dari Antiokia seabagi titik awal Agama Kristen bergerak menuju keselurh dunia sampai kita menanut Agama Kristen, menunjukkan suatu mujizat dari Allah sungguh nyata bagi kita. Allah sungguh pendiri utama Agama Kristen. Roh KudusNya selalu menyertai Agama Kristen di sepanjang zaman dan di segala tempat.
Kita menganut agama Kristen dengan pemahaman utama adalah universalitas keselamatan Kristus yang telah bangkit, kepada segala bangsa langgar batas. Pola ini menegur kita ketika kita masih membiarkan roh agama Yahudi yang mengutamakan keselamatan itu hanya milik mereka tetapi tertutup bagi yang lain, karena suka tidak suka atau beda latar belakang dan usia dan seterusnya.

Homili  Selasa 23  April 2013
Di Gereja Roh Kudus Rungkut Surabaya
Kis 11 : 19 – 26
Mzm 87 : 1 – 3.4-5.6-7
Yoh 10 : 22 – 30

Homili Senin 22 April 2013



Homili Senin 22 April 2013
Kis 11 : 1 – 18
Mzm 42 : 2 – 3; 43:3.4
Yoh 10 : 1 - 10

GEMBALA ITIK dan GEMBALA DOMBA
*P. Benediktus Bere Mali, SVD*


Saya beberapa waktu lalu bertemu seorang gembala yang sedang menggembalakan domba-dombanya. Keunikan gembala domba dapat dilahat pada gambar di atas. Gembala domba selalu berada di depan barisan domba dan domba-domba mengikutinya dari belakang. Sebaliknya pada waktu yang berbeda saya melihat gembala itik. Keunikan penggembala itik adalah gembala selalu berada di belakang itik. Gembala mendorong Itik dari belakang ke arah yang dituju.

 Pengalaman akan Gembala itik dengan gembala domba tersebut membuat saya ingat akan pengalaman saya ketika saya mengikuti lomba cerdas cermat Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) pada waktu duduk di Bangku Sekolah Menengah Pertama. Saat itu salah satu tokoh kunci yang kami pelajari adalah Ki Hajar Dewantara, pelopor dan pendiri pendidikan di Indonesia, yang mendirikan Perguruan Taman Siswa di tahun 1922. Dia adalah pahlawan pendidikan Nasional. Motonya yang terkenal  yang menjadi pertanyaan rebutan di dalam lomba cepat tepat tersebut adalah: Ing ngarso sung tulodho, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. Ketiga moto itu mempunyai arti sebagai berikut: Guru atau Pemimpin “di depan memberikan teladan, di tengah menggerakkan, di belakang memberikan dorongan”. Saya masih ingat pertanyaan rebutan yang jawabannya benar (B) atau salah (S). Pertanyaan itu berbunyi demikian: Seorang Guru yang terlambat mengikuti apel bendera pada hari senin, sesuai “Ing Ngarso Sung Tulodho. Benar atau salah? Saya menjawab salah. Kelompok kami mendapat nilai seratus.
Ing Ngarso Sung Tulodho berarti seorang pemimpin  baik sebagai guru, pemimpin komunitas, pemimpin religius, ketua kelas, ketua kelompok, senantiasa  berada di depan memberikan contoh yang baik dan benar bagi  murid atau bagi yang dipimpinnya. Dengan kata lain seorang pemimpin memberikan contoh yang menyelamatkan dan membangkitkan bukan menyesatkan atau menyalibkan.

Injil hari ini mengatakan bahwa Yesus adalah gembala yang baik. Ia menuntun domba-domba keluar dari kandangnya,lalu Ia berada di depan dan berjalan di depan domba-domba dan domba-domba berjalan mengikutiNya. Yesus adalah gembala yang baik berjalan di depan menuju tujuan keselamatan. Domba-domba yang mengikutinya pun berjalan menuju keselamatan itu.
Kita semua adalah orang-orang yang dipimpin oleh Yesus adalah Gembala Yang Baik. Ia berada di depan kita dan berjalan di depan kita dan kita mengikutiNya. Jalan yang dilaluiNya adalah jalan Salib Menuju Kebahagiaan. Jalan penderitaan menuju jalan keselamatan. Kita mengikuti jalan itu. Jalan salib menuju Alleluya. Jalan salib menuju jalan kebangkitan. Paskah adalah jalan kebangkitan setelah jalan penyaliban. Roh Paskah ada di dalam diri kita kalau kita ada untuk membangkitkan sesame bukan menyalibkan sesama. Kita ada untuk berada di depan memberikan contoh hidup yang membangkitkan bukan menyalibkan sesama di sekitar kita.