Rabu, Agustus 11, 2010

ADAT "LASIK WA" SUKU BUNAQ AITOUN



*P. BENEDIKTUS BERE MALI, SVD*


Adat kematian suku Bunak sangat kompleks. Satu bagian adat kematian adalah “lasik wa”. Setiap anggota suku yang telah berkeluarga menerima dan melaksanakan adat “lasik wa” ini. Beberapa waktu lalu, ada adat kematian di dalam Suku Bunak di Desa Aitoun, Kecamatan Raihat. Ketua Suku menyampaikan kepada anggota sukunya yang berkeluarga untuk melaksanakan adat “lasik wa” ini. Ketua suku menetapkan jumlah uang yang dikumpulkan oleh setiap anggota suku Bunak yang telah berkeluarga untuk adat “lasik wa”. Ketua suku menetapkan jumlah uang yang dikumpulkan itu sekitar Rp.100.000.- per keluarga. Uang itu untuk membeli Babi yang akan dibunuh dan dimakan bersama anggota suku yang hadir, dalam adat kematian itu.
Secara sosial, anggota suku selalu menyetujui keputusan ketua suku untuk mengumpulkan jumlah uang yang telah ditetapkannya untuk pelaksanaan adat “lasik wa”. Secara psikologis, anggota suku juga melaksanakan itu agar tidak diberi label tidak terlibat di dalam adat “lasik wa” bahkan dijadikan buah bibir dalam kehidupan bersama suku Bunak. Sebaliknya ada cela terungkapnya penolakan dalam diri keluarga-keluarga terhadap besarnya jumlah uang yang harus dikumpulkan untuk adat “lasik wa”. Keluarga – keluarga yang masih yunior, kehidupan ekonomi yang pas-pasan, harus mengumpulkan sejumlah uang yang ditetapkan ketua suku, ada protes atau penolakan dalam hati. Keluarga yang ekonominya baik mengumpulkan uang sama jumlahnya dengan keluarga yang ekonomi kelas menengah ke bawah, adalah sebuah cela yang perlu diisi dengan makhluk keadilan dalam adat “lasik wa” dalam adat kematian suku Bunak.
Keadilan itu penting dilaksakanan oleh ketua suku bagi seluruh anggota keluarda dari suku Bunak, khususnya dalam menetapkan jumlah uang yang harus ditanggung oleh setiap keluarga dalam adat “lasik wa” dalam setiap adat kematian di dalam suku Bunak. Cara sederhana untuk menerapkan keadilan dalam melaksanakan adat “ lasik wa” adalah demikian. Ketua suku perlu mengenal setiap anggota keluarga dalam suku Bunak yang dipimpinnya. Mengenal itu meliputi beraneka aspek kehidupan anggota keluarga dalam suku yang dipimpinnya. Dalam gandengan dengan adat “lasik wa” dalam adat kematian yang tidak dapat dihindari setiap keluarga Suku Bunak ini, ketua suku perlu mengenal pendapatan setiap keluarga anggota sukunya, dengan data pendapatan keluarga dalam sukunya itu, menjadi pegangan atau alasan mendasar bagi ketua suku untuk menetapkan jumlah uang yang harus dikumpulkan setiap keluarga dalam sukunya untuk adat “lasikwa” dalam kematian salah seorang anggota sukunya. Mereka yang kaya menerima beban adat “lasik wa” lebih besar dari keluarga yang ekonominya pas-pasan. Keputusan ketua suku pada umumnya selalu diterima oleh anggota suku yang dipimpinnya. Dengan cara ini, ada cahaya keadilan bersinar dalam adat “lasik wa” sebagai satu bagian dari adat kematian dalam suku Bunak di desa Aitoun, Kecamatan Raihat.
Uang adat “lasik wa” itu biasanya tidak dibelanjakan semua. Masih ada sisi uang adat “lasik wa” dalam sebuah adat kematian dalam suku Bunak. Uang itu diketahui oleh ketua suku dan biasanya dipegang oleh bendahara suku. Laporan transparan atas Keuangan itu kepada anggota suku, dalam “lasik wa” dalam adat kematian itu mempertajam saling percaya di antara anggota suku Bunak. Uang sisa itu dapat disimpan atau ditabung dalam tabungan suku misalnya. Tinggal rencana ketua suku dan bendara dan seluruh anggota suku untuk memanfaatkan uang sisa itu bagi kemajuan dan kesejahteraan seluruh anggota suku Bunak. Sebuah Manajemen hati ketua suku untuk kesejahteraan semua keluarga dalam suku Bunak sangat berarti. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar