*P.Benediktus Bere Mali,SVD*
Ada 34 Rumah Suku di Wilayah Suku Bunaq Kenaian Aitoun. Setiap anggota Rumah Suku memiliki hubungan Rumah Suku "Malu"(M) dengan Rumah Suku "Aiba'a" (A) yang ketat dan renggang.
Hubungan Rumah Suku "Malu" (M) dengan Rumah Suku "Aiba'a" (A) ini dalam bahasa Tetun dikenal hubungan Rumah Suku "Fetosawa" dengan Rumah Suku "Umamane". Setiap Rumah suku memiliki anggota Rumah Suku A yang berasal dari satu atau dua atau berbagai macam atau beberapa macam Rumah Suku M. Rumah Suku M mengirim atau mengutus anggotanya dalam acara adat setempat dalam mendirikan Rumah Suku A dan atau Rumah Suku M mengutus anggotanya menjadi anggota Rumah Suku A. Pertanyaannya, bagaimana prosedur atau proses Rumah Suku M mengutus anggotanya mendirikan Rumah Suku A di dalam sejarah adat perkawinan Suku Bunaq di dalam wilayah kenaian Aitoun?
Sistem Perkawinan Patrilineal Sebagai Dasar Awal Berdirinya Rumah Suku
Perutusan anggota Rumah Suku M menjadi anggota Rumah Suku A atau mendirikan Rumah Suku A memiliki arti tersendiri. Pembentukan Sebuah Rumah Suku A dapat terjadi atau lahir, muncul dari dan dalam sebuah adat perkawinan Suku Bunaq di dalam wilayah Kenaian Aitoun.
Misalnya dalam hal ini, contoh sejarah awal Rumah Suku Monewalu Hoja Bul sebagai Rumah Suku Penulis. Awal mula berdirinya Rumah Suku Monewalu Hoja Bul ini bermula dari sebuah perkawinan Patrilineal antara Bei Mone/Kakek/Laki-laki/Pemuda/Suami dari Rumah Suku tertentu dengan isteri/Perempuan/Gadis/Bei Pana dari Rumah Suku Tertentu.
Misalnya Bei Mone Mau Taek ini menyebut Rumah Suku Baru yang mau didirikan itu adalah Ruma Suku Monewalu Hoja Bul, menikah dengan Bei Pana dari Rumah Suku Mot Alan Fulur. Awalnya pernikahan Matrilineal tetapi karena Bei Mone ini mau mendirikan Rumah Suku Monewalu Hoja Bul maka perkawinan itu bersistem Perkawinan Patrilineal dalam sistem adat yang berlaku pada zamannya. Artinya Isteri dan anak-anaknya masuk dan mengikuti garis Keturunan Rumah Suku Ayah/Suami/Laki-laki/Bei Mone Mau Taek. Perkawinan Patrilineal ini sebagai awal berdirinya Rumah Suku Monewalu Hoja Bul. Selanjutnya Semua Anak-anak berkembang dalam sistem perkawinan Matrilineal. Generasi Bei Mone Mau Taek adalah Generasi Awal Rumah Suku Monewalu Hoja Bul. Rumah Suku Mot Alan Fulur adalah Malu Bul. Rumah Suku Monewalu Hoja Bul adalah Aiba'a Bul. Itulah Generasi Pertama hubungan M dengan A dalam perspektif Monewalu Hoja Bul.
Sistem perkawinan Matrilineal Artinya perkawinan yang memperhitungkan garis keturunan berdasarkan garis Ibu/Mama/Gadis/Perempuan dalam Suku Bunaq di dalam kenaian Aitoun. Selama Anak Perempuan terus menurunkan keturunan Anak Perempuan maka keberadaan anggota Rumah Suku tetap berlanjut dalam sistem Kekerabatan Matrilineal.
Tetapi ketika semua keturunan di dalam Rumah Suku tidak ada lagi anak perempuan, tetapi hanya anak laki-laki saja, maka perlu ada perkawinan Patrilineal generasi kedua untuk secara adat memasukan isteri dan anak-anak ke dalam Rumah Suku Suami, agar kelanjutan anggota Rumah Suku Suami tetap berlanjut dalam sistem kekerabatan Matrilineal.
Dengan demikian, dari contoh di atas, terciptalah sejarah generasi Pertama dan kedua "Paen" atau "Faen" yang telah terjadi dalam adat perkawinan Patrilineal untuk kelanjutan Rumah Suku Monewalu Hoja Bul, misalnya. Contoh seperti ini dapat menampilkan 34 Rumah Suku yang ada di Suku Bunaq dalam Kenaian Aitoun, memiliki peluang untuk melaksanakan "Paen" atau "Faen" atau "sul suli dara" atau perkawinan Patrilineal sebagai awal atau kelanjutan anggota rumah suku yang ada, jika dari anggota rumah suku itu sudah sama sekali tidak mempunyai anak perempuan lagi untuk melanjutkan keberadaan Rumah Suku dalam sistem kekerabatan Matrilineal Suku Bunaq di dalam Kenaian Aitoun. Tetapi masih memiliki anak laki-laki dalam Rumah Suku. Anak-anak laki inilah akan melakukan perkawinan Patrilineal atau "Paen" atau "Faen" atau " Sul Suli Dara" untuk memasuk isteri dan anak ke dalam Rumah Suku Suami.
Sistem Perkawinan Patrilineal ini dapat terjadi ditopang oleh harta warisan bergerak maupun tidak bergerak dari seorang suami yang melakukan "faen" atau "paen" atau "sul suli dara" atau perkawinan patrilineal. Menurut ceritera, Bei Mau Taek adalah "Soi Apa Luhan Gomo". Artinya Kaya akan kerbau dan sapi di Aitoun. Bei Mau Taek mengalami "Apa Taru" artinya Kerbau muncul secara mujizat. Bukti sejarah "Apa Taru" atau "Mujizat perbanyakan kerbau" ini adalah "Bosok" artinya Mezbah Bei Mau Taek di Kaki Bukit Aitoun, tepatnya di Hulu Air Terjun Uluk Til. Kekayaan Bei Mau Taek ini sangat mendukung Perkawinan "Sul Suli Dara" atau "Paen" atau "Faen" atau Perkawinan Patrilineal.
Perkawinan Patrilineal ini dikenal dalam bahasa adat Suku Bunaq disebut "Paen" atau dalam bahasa Tetun, dikenal "Faen". Kata "Paen" atau "Faen" ini adalah terjadi hanya dalam cara Perkawinan seorang Gadis dengan laki-laki, dimana seorang gadis/isteri/mama bersama-anak-anaknya meninggalkan Rumah Sukunya lalu masuk ke dalam Rumah Suku Suami/Laki-laki/Bei Mone, berdasarkan keputusan tulus ikhlas secara adat dari semua anggota rumah suku isteri maupun seluruh rumah suku suami, berdasarkan sistem adat ketat "Paen" atau "Faen" atau "sul suli dara" atau perkawinan Patrilineal baik pada level relasi antara rumah suku bila terjadi dalam sedaerah atau sewilayah, maupun perkawinan patrilineal yang menciptakan Relasi (M) dengan (A) yang lebih luas pada level antara wilayah kerajaan secara timbal balik untuk menempati posisi setara masing-masing kerajaan sebagai pintu masuk mengurangi konflik dalam peperangan perebutan wilayah kekuasaan pada zaman dulu dengan menciptakan perkawinan Patrilineal dalam membangun hubungan (M) dengan (A) sebagai dasar penyelesaian persoalan-persoalan lain yang muncul setelah "Faen" atau "Paen" dalam masing-masing Kerajaan.
Adat ketat "Paen" atau "Faen" atau "sul suli dara" ini mengharuskan Rumah Suku Suami secara adat memberikan semua harta bergerak dan tak bergerak kepada pihak rumah suku isteri, dan pada saat yang sama juga, rumah suku suami memberikan hak sepenuhnya akan harta bergerak dan tidak bergerak kepada isteri dan anak-anak yang masuk dalam rumah suku suami. Proses penyerahan harta bergerak dan tidak bergerak kepada rumah suku isteri maupun kepada isteri dan anak-anak di rumah suku suami ini berdasarkan keputusan bersama secara adat baik dari pihak rumah suku isteri maupun dari pihak rumah suku suami.
Penyerahan manusia, harta bergerak dan tak bergerak dalam adat "Faen" atau "Paen" seperti ini dilegalisir atau disahkan atau dimeteraikan dalam darah korban binatang sebagai pengikat perjanjian adat "Faen" atau "Paen" atau "sul suli dara" yang tidak boleh dilanggar oleh masing-masing anggota Rumah Suku M dan A dari adat kelahiran sampai kematian. Dengan demikian semua persoalan antara keluarga besar Rumah Suku Isteri dan Rumah Suku Suami, yang muncul dalam hidup setelah adat "Faen" atau "Paen" atau "sul suli dara" ini, dapat diselesaikan melalui adat rekonsiliasi antara Rumah Suku Isteri sebagai Rumah Suku "Malu" (M) dengan Rumah Suku Suami sebagai Rumah Suku "Aiba'a" (A). Pada umumnya konflik atau peperangan antara wilayah pun dapat diselesaikan melalui hubungan "Malu" (M) dengan "Aiba'a" (A). Perkawinan Patrilineal secara timbal balik antara dua wilayah Kerajaan atau beberapa Wilayah Kerajaan sehingga menciptakan hubungan "Malu" (M) dengan "Aiba'a" (A) atau dalam bahasa Tetun membentuk hubungan Rumah Suku "Fetosawa" dengan Rumah Suku "Umamane" menjadi dasar atau fundamen untuk menghentikan perang atau konflik antara wilayah Kerajaan. Perkawinan Patrilineal demikian berarti juga menjadi awal penciptaan/Pembentukan Rumah Suku (M) dengan (A) pada level hubungan antara kerajaan yang menjadi dasar hidup damai sekaligus sebagai media untuk solusi konflik antara wilayah Kerajaan.
Demikian proses "Paen" atau "Faen" atau "sul suli dara" atau sistem perkawinan Patrilineal sebagai awal berdirinya Sebuah Rumah Suku M dengan A baik secara ketat maupun renggang. Secara Ketat relasi M dengan A kalau relasi garis lurus antara M dengan A.
Sebaliknya dapat dikatakan renggang ketika setiap anggota rumah suku yang memiliki M yang bukan secara langsung garis lurus menjadi sumber asal-usul A. Relasi ketat atau renggang antara M dengan A ini secara pasti diketahui oleh Setiap anggota rumah suku A. Setiap anggota Rumah Suku A pasti mengetahui asal-usul aslinya dari sebuah rumah suku M. Hal ini berlaku bagi anggota Rumah Suku A yang berasal dari atau melalui lebih dari satu kali "Faen" atau "Paen" atau "sul suli dara" dalam sejarah anggota Rumah Suku di masa lalu. Artinya pada zaman dahulu kala, sebuah Rumah Suku A memliki anggotanya dari beberapa rumah Suku M melalui perkawinan Patrilineal, untuk melanjutkan keturunan Rumah Suku maupun "Faen" atau "Paen" atau "sul suli dara" atau perkawinan Patrilineal karena alasan politis untuk mengikat hubungan M dengan A secara timbal balik pada level hubungan perdamaian dan rekonsiliasi antara wilayah Kerajaan dalam mengakhiri persoalan atau menyelesaikan konflik antara wilayah Kerajaan lewat dan dalam hubungan M dengan A secara timbalik balik dalam adat yang ketat yang telah disahkan atau dimeteraikan di dalam darah Kurban Binatang.
Secara sederhana sebuah Rumah Suku A yang ada hingga pada hari ini terdiri dari keanggotaan yang memiliki asal rumah suku M yang berbeda-beda karena proses "paen" generasi pertama, generasi kedua, generasi ketiga, generasi keempat dan seterusnya. Setiap anggota dari setiap generasi "paen" mengenal relasi ketat, artinya hubungan asal garis lurus dari Rumah Suku M sesuai generasi "paen." Relasi renggang, artinya anggota A berelasi dengan M yang bukan secara langsung garis lurus asal asli A.
Misalnya dari bagan di atas Anggota A3 berasal dari M1 dan M2. Itu artinya Rumah Suku A3 memiliki dua kelompok keanggotaan yaitu ada yang berasal dari Rumah Suku M1 dan ada yang berasal dari M2. Relasi adat ketat dari kelahiran sampai kematian antara anggota A3 yang berasal dari M2 sedangkan anggota A3 yang berasal dari M1 memiliki relasi renggang dengan M2 dalam adat kelahiran sampai adat kematian.
Bila sebuah wilayah Kerajaan menempati status M dan Kerajaan yang lainnya menempati posisi A dalam "faen" atau "Paen" atau "sul suli dara" atau perkawinan Patrilineal, maka Permaisurinya/Isteri adalah berasal dari Rumah Suku M menerima harta warisan yang bergerak maupun tidak bergerak dari suami yang berasal dari Rumah Suku A, dan pada saat yang sama isteri berhak penuh atas harta kekayaan bergerak dan tidak bergerak di Rumah Suku Suami atau A.
Sekali lagi proses penyerahan ini terjadi dalam adat hubungan "Malu"(M) dengan "Aiba'a" (A) yang dimeteraikan dalam darah Kurban Binatang adat sebagai ikatan perjanjian suci dan abadi. Dalam perjalanan waktu, setelah "faen" ada yang melanggar, maka ada denda atau hukuman adat yang telah berlaku dan disepakati bersama pada waktu "faen" atau "sul suli dara" bagi pihak M maupun A.
Anggota rumah suku M dapat mengutus beberapa anggotanya pergi membentuk satu atau lebih anggota rumah Suku A. Dengan kata lain, sebuah M dapat melakukan adat "Paen" atau " Faen" atau Perkawinan Patrilineal dalam menciptakan relasi antara M dengan A yang lebih luas atau lebar dalam hidup peradatan Suku Bunaq di dalam kenaian Aitoun. Tentu hal itu bisa terjadi dalam waktu yang tidak bersamaan atau bisa juga terjadi dalam waktu berurutan atau berdekatan di masa lalu, dimana proses "faen"atau "Paen" atau perkawinan Patrilineal itu tidak tertulis, hanya secara lisan disampaikan secara turun-temurun dari generasi Rumah Suku kepada Generasi Rumah Suku berikut, melalui ritus adat lewat kurban binatang dalam rumah suku dalam hubungan "Malu" (M) dengan "Aiba'a" (A).
Hubungan (M) dengan (A) ini secara visual diungkapkan di dalam adat "Si Por Pak" yaitu inti pokok membuka pintu bahagia "Surga" bagi anggota rumah suku yang meninggal dan adat "Si Por Pak" ini tampak jelas dalam adat kenduri Suku Bunaq di dalam Kenaian Aitoun sampai saat ini dan seterusnya. Sejarah hubungan M dengan A tidak hanya disampaikan secara lisan tetapi dihidupi dalam darah Kurban Binatang dan doa Tua Adat dalam ritus, praktek spiritual adat, Ritual "Si Por Pak" dalam adat kenduri Suku Bunaq di dalam wilayah Kenaian Aitoun.
Untuk mengetahui secara pasti relasi M dengan A dari setiap Rumah Suku di wilayah Kenaian Aitoun, datang dan hadirilah adat ritual, ritus, praktek spiritual "Si Por Pak" dalam adat kenduri bagi setiap anggota Rumah Suku yang meninggal.
Sorang peneliti yang hendak menulis proses pembangunan relasi Rumah Suku M dengan Rumah Suku A dari 34 Rumah Suku yang ada di wilayah Kenaian Aitoun, hadirilah dan saksikan sendiri adat "Si Por Pak" sebagai tempat untuk mendapat data Primer, data aktual, data yang benar, data yang asli, data yang tulus dari Tua Adat dan Tetua Adat Pendamping dalam adat Kenduri Suku Bunaq di dalam Kenaian Aitoun. Dan untuk lebih memperdalamnya, seorang peneliti melakukan interview mendalam dengan Para Tua Adat yang memimpin adat "Si Por Pak" dalam adat kenduri bagi setiap anggota Rumah Suku yang meninggal. "Si Por Pak" adalah kata bahasa Bunaq. Sedang dalam bahasa Tetun disebut "Na'an Lulik." Kata "Si" artinya daging. Kata "Por" artinya suci, kudus, pemali. Kata "Pak" artinya Pembagian. Jadi "Si Por Pak" artinya pembagian darah-daging suci kepada Rumah Suku M yang menjadi asal-usul suci-benar-tepat-tulus dari seorang anggota yang meninggal dari Rumah Suku A.
Seorang Peneliti ilmiah akan menemukan berbagai nilai di dalam adat "Si Por Pak" yang secara tulus menyampaikan Relasi M dengan A dalam sejarah hidup Rumah Suku M dengan A dalam ritus, praktek spritual, ritual adat kenduri.
Kembali ke Bagan di Atas
Bagan di atas tertulis "Aiba'a" selanjutnya disingkat A dan "Malu selanjutnya disingkat M. Lantas selanjutnya disebut "Malu-Satu" yang selanjutnya disingkat M1 adalah Rumah Suku Laimea. Kemudian "Malu-Dua" selanjutnya disingkat M2.
Bagan di atas M1 membentuk rumah suku lebih dari Satu Rumah Suku A maka relasi antara M1 dengan A dapat ditulis demikian: Misalnya dari bagan di atas M1 membentuk Rumah Suku A1, A2, A3, A4, A5, A6. Penting dicatat bahwa Rumah Suku M1 membentuk atau mendirikan atau menjadi anggota Rumah A1, A2, A3, A4, A5, A6 dalam adat "Faen" atau "Paen" atau dalam perkawinan Patrilineal sebagai awal berdirinya Rumah Suku.
Misalnya contoh konkret M1 (Rumah Suku Laimea) sebagai rumah suku "Malu-satu" (M1) yang membentuk Rumah Suku A1 (Rumah Suku Monesogo), A2 (Rumah Suku Sigup), A3 (Rumah Suku Monewalu Hojabul), A4 (Rumah Suku Monewalu Rato), A5 (Rumah Suku Leo Kemak), A6 (Rumah Suku Liana'in).
Dalam hal ini relasi M1 dengan A1, A2, A3, A4, A5, A6 adalah relasi ketat karena M1 adalah sumber asli garis lurus dengan A1, A2, A3, A4, A5, A6. Atau dengan kata lain A1, A2, A3, A4, A5, A6 berasal garis lurus dari Rumah Suku M1.
M1 mengutus enam (6) saudari atau anak perempuan membentuk A1, A2, A3, A4, A5, A6 dalam sistem perkawinan Patrilineal yang disebut sebagai "faen" atau "Paen" atau "Sul Suli dara."
Anak perempuan pertama (1) dari M1 membentuk Rumah Suku A1, Anak Perempuan kedua (2) dari Rumah Suku M1 membentuk rumah suku A2, Anak perempuan ketiga (3) dari M1 membentuk rumah suku A3, Anak Perempuan keempat (4) dari M1 membentuk Rumah Suku A4, Anak Perempuan kelima dari M1 membentuk Rumah Suku A5 dan Anak perempuan ke-6 dari M1 membentuk rumah suku A6. Awal berdirinya M membentuk A berdasarkan Perkawinan Patrilineal atau "Paen" atau " Faen" atau "Sul Suli Dara". Adat "Sul Suli Dara" ini bertujuan untuk mendapat anak gadis untuk melanjutkan keturunan berdasarkan garis Keturunan Ibu/Perempuan dalam sistem kekerabatan Matrilineal.
Sistem kekerabatan Matrilineal berarti pola kekerabatan yang memperhitungkan garis keturunan dan harta warisan bergerak dan tidak bergerak berdasarkan jalur garis ibu, perempuan. Sedangkan Sistem kekerabatan Patrilineal adalah pola kekerabatan yang memperhitungkan garis keturunan dan harta warisan bergerak dan tidak bergerak berdasarkan jalur garis keturunan Bapak, laki-laki.
Fokus pada Perspektif Rumah Suku Monewalu Hoja Bul
Perlu diperhatikan secara serius bahwa setiap anggota rumah Suku A, misalnya A3 (Rumah Suku Monewalu Hoja Bul) pada contoh bagan di atas, keanggotaan Rumah Suku Monewalu Hoja Bul berasal dari M1 dan M2. Dalam hal ini M1 (Rumah Suku Laimea) dan M2 ( Rumah Suku Hoki'ik). Ini Artinya bahwa anggota Rumah Suku A3 (Rumah Suku Monewalu Hoja Bul) ini ada dan terbentuk berdasarkan seorang laki-laki/Suami/ Bei Mone Rumah Suku Monewalu Hoja Bul menikah dengan gadis/isteri/ Bei Pana dari Rumah Suku Laimea (M1), yang perkawinannya secara Patrilineal untuk melanjutkan keturunan Rumah Suku Hoja Bul (A3) yang berkembang terus sampai dewasa ini dalam sistem kekerabatan Matrilineal.
Dan lalu kemudian juga Seorang Bei Mone/Suami/Laki dari Rumah Suku Monewalu Hoja Bul (A3) menikah dengan seorang anak gadis/isteri/Bei Pana dari Rumah suku Hoki'ik (M2) yang juga perkawinannya secara Patrilineal untuk melanjutkan keturunan dan keberadaan Rumah Suku Monewalu Hoja Bul (A3) yang terus berkembang hingga dewasa ini dalam sistem kekerabatan Matrilineal. Bei Mone A3 bernama Bei Loi Malik menikah secara patrilineal dengan Bei Pana dari Rumah Suku Hoki'ik (M2). Bei Loi Malik adalah generasi kedua "Faen" atau "Paen" atau "sul suli dara" atau perkawinan patrilineal.
M3 bisa muncul lagi di masa depan atau pada masa yang akan datang kalau anggota A3 dari M1 dan M2 ini sudah tidak memiliki lagi anak perempuan yang bisa melahirkan anak perempuan lagi dan hanya memiliki anak laki-laki saja. Maka anak laki-laki dari Rumah Suku Monewalu Hoja Bul menikah secara Patrilineal atau "Paen" atau "Faen" atau "Sul Suli Dara" untuk mendapatkan keturunan anak perempuan dalam rumah suku.
Dengan demikian sampai pada hari ini anggota A3 (Rumah Suku Monewalu Hojabul), memiliki dua sumber utama yaitu ada anggota yang berasal dari sumber utamanya secara ketat dari M1 (Rumah Suku Laimea) dan ada anggota yang berasal dari sumber utamanya secara ketat dari M2 (Rumah Suku Hoki'ik).
Hubungan komunikasi adat antara M dengan A yang ada di dalam setiap Rumah Suku seperti ini dapat membentuk relasi adat setiap anggota Rumah Suku dari kelahiran sampai kematian.
Relasi M dengan A ini menjadi aturan adat bagi setiap anggota M dengan A mulai dari adat kelahiran sampai dengan adat kematian, termasuk apa yang boleh dilakukan dan apa yang dilarang atau pantangan dalam hidup relasi antara M dengan A di dalam kehidupan nyata sehari-hari.
Pantangan yang dimaksud adalah termasuk semua anggota Rumah Suku A1, A2, A3, A4, A5, A6 yang memiliki relasi langsung secara garis lurus bersumber dari M1 dalam bagan di atas adalah sebagai sama saudara dan sama saudari, tidak diijinkan untuk saling berpacaran, tidak mengambil satu sama lain untuk menikah dan hidup berkeluarga.
Secara lebih fokus, misalnya anggota rumah suku A3 (Monewalu Hojabul) yang berasal langsung secara garis lurus dengan M1 (Rumah Suku Laimea) adalah sama saudara dan sama saudari dengan A1 (Anggota Rumah Suku Monesogo), A2 (Anggota Rumah Suku Sigup), A4 (Anggota Rumah Suku Monewalu Rato), A5 (Anggota Rumah Suku Leokemak), A6 (Anggota Rumah Suku Liana'in), yang sama-sama berasal secara garis lurus dari M1 (Rumah Suku Laimea).
Catatan penting yang perlu diperhatikan juga bahwa anggota rumah suku A1, A2, A4, A5, dan A6, tidak hanya berasal dari M1 saja. Tetapi dari rumah suku yang lain juga, yang tidak dibahas dalam tulisan kecil ini. Tulisan ini hanya fokus pada A3 (keanggotaan rumah suku Monewalu Hojabul) karena langsung berkaitan dengan rumah suku Penulis sendiri.
Dengan kata lain, tulisan ini hanya fokus pada Proses berdirinya Rumah Suku M dengan A secara spesifik dari perspektif Rumah Suku Monewalu Hoja Bul di dalam kenaian Aitoun. Penulis juga tidak menulis secara panjang lebar tentang Rumah Suku M1 dan M2 karena Penulis tidak mempunyai pemahaman yang pasti tentang keanggotaan Rumah Suku M1 dan M2. Penulis hanya menulis tentang Relasi antara A3 dengan M1 dan M2 karena A3 adalah Rumah Suku Penulis sendiri. Dan hingga saat ini keanggotaan Rumah Suku A3 hanya berasal dari M1 dan M2 dalam Perspektif A3.
Catatan Penting yang harus disadari juga bahwa jika Proses Pembentukan M dengan A dari perpesktif M1 maka M1 kembali menempati posisi A karena M1 juga terbentuk berdasarkan sistem "faen". Demikian M2. Tetapi sekali lagi Penulis tidak membahas itu dalam tulisan ini. Sekali lagi Tulisan ini hanya fokus membahas Proses Terjadinya M dengan A dari perspektif A3. Pembaca dapat klik disini untuk lebih dalam mengenal Sejarah Besar Suku Monewalu dalam Kenaian Aitoun dalam gandengannya dengan Sejarah Loro Lasiolat-Fehalaran-Bauho: dulu-kini-akan datang sampai selamanya.
Dari sini pembaça dapat merasakan Kehadiran dan keberadaan Leluhur Suku Bunaq di dalam Kenaian Aitoun secara cerdas membentuk sebuah sistem relasi yang sangat kaya dalam hidup bersama antara M (anggota rumah suku "Malu" sebagai pendiri rumah suku A ) dengan A (Anggota Rumah Suku "Aiba'a" yang berasal dari M).
Ketika Relasi M dengan A generasi pertama akan hilang atau telah hilang karena tidak mempunyai anak perempuan dalam Rumah Suku A yang dapat meneruskan keturunan Rumah Suku A secara sistem kekerabatan Matrilineal Suku Bunaq dalam kenaian Aitoun, maka untuk kembali mempertahankan kelanjutan anggota keberadaan Rumah Suku A, perlu dilaksanakan "Faen" atau " Paen" atau "sul suli dara" atau Perkawinan Patrilineal sebagai awal atau kelanjutan Anggota Rumah Suku A dalam sistem kekerabatan Matrilineal Suku Bunaq dalam Kenaian Aitoun. Dengan demikian relasi "Malu-Aiba'a" (M-A) semakin berkembang. Semakin banyak "Faen" atau "Paen" atau "sul suli dara" dari generasi pertama dan kedua dalam rumah suku Monewalu Hoja Bul maka semakin banyak jumlah M dalam berelasi dengan A.
Dalam bahasa komunikasi adat Suku Bunaq di dalam kenaian Aitoun dalam wilayah keloroan Lasiolat-Fealaran-Bauho, para tokoh adat berbicara dari perspektif "Feto Sawa Uma Mane" dalam bahasa Tetun atau dalam bahasa Bunaq "Malu Gol - Aiba'a Gol".
Ada dua perspektif komunikasi adat, yang tampaknya tidak rumit bagi pembicara dan pendengar yang tahu jalurnya sebagai "Malu Gol - Aiba'a Gol" atau "Feto Sawa Uma Mane". Gampangnya bahwa pembicaraan dalam komunikasi adat berdasarkan "Perkawinan Patrilineal" sebagai awal berdirinya Rumah Suku, maka pendiri Rumah Suku menempati posisi status "Malu" dalam hal ini Rumah Suku yang mengutus anggotanya menjadi anggota Rumah Suku Aiba'a. Sedangkan anggota Rumah Suku yang diutus menempati posisi "Aiba'a Gol" dalam seluruh relasi adat dari lahir sampai kematian.
Jadi Hubungan sistem Kekerabatan Matrilineal dengan sistem kekerabatan Patrilineal itu seperti hubungan antara ayam dengan telur, mana yang lebih dahulu antara telur dan ayam? sebuah perdebatan yang tidak pernah akan memberi jawaban tuntas memuaskan, selain menerima keduanya sebagai satu kesatuan dalam proses pembentukan ayam dan telur.
Harapan Rumah Suku Monewalu Hoja Bul
Demikianlah proses relasi adat - darah - keturunan "Malu" (M) dengan "Aiba'a" (A) yang terbuka untuk dilihat dari Sistem kekerabatan Patrilineal sebagai awal terciptanya sebuah Rumah Suku Monewalu Hoja Bul, yang kemudian dilaksanakan di dalam kehidupan Rumah Suku Monewalu Hoja Bul secara sistem kekerabatan Matrilineal, yang terus dilaksanakan selama Anak Perempuan melahirkan anak perempuan sebagai penjaga dan memelihara Rumah Suku Monewalu Hoja Bul dengan segala harta bergerak dan tidak bergerak.
Jika pada suatu saat hanya ada anak laki-laki dalam rumah Suku dan tidak ada lagi anak perempuan yang meneruskan keturunan dalam sistem kekerabatan Matrilineal maka seorang atau beberapa orang anak-anak laki-laki yang ada dari Rumah Suku Monewalu Hoja Bul menikah dengan gadis dari rumah suku lain, lalu melakukan perkawinan patrilineal atau "Faen" atau "Paen" atau "Sul Suli Dara" yaitu isterinya tinggalkan rumah sukunya dan masuk ke dalam rumah suku suami dengan anak-anak perempuan dan anak laki-lakinya, secara adat, dan secara ikhlas sepakat dari kedua rumah suku Suami maupun Rumah Suku isteri, dengan tujuan untuk melanjutkan keturunan di rumah suku suami agar Rumah Suku Suami memiliki keanggotaannya yang tetap lestari.
Selama sebuah Rumah Suku Memiliki Berlimpah Harta Warisan baik harta bergerak maupun tidak bergerak sebagai modal dasar untuk terlaksananya "Paen" atau "Faen" atau "Sul Suli Dara" atau perkawinan Patrilineal, maka keberadaan Rumah Suku Tetap Eksis untuk selamanya. Atau selama Sebuah Rumah Suku Masih memiliki Keturunan Anak Perempuan dalam Sistem kekerabatan Matrilineal Maka Sebuah Rumah Suku Masih tetap terjaga dan terpelihara.
Penggandaan harta warisan dalam Rumah Suku itu datang dari setiap anggota Rumah Suku yang bekerja rajin, bekerja gesit, bekerja cerdas dan bekerja secara profesional sesuai konteks zaman dalam mempertahankan kelanjutan keberadaan Rumah Suku baik dalam sistem kekerabatan Matrilineal maupun dalam sistem kekerabatan Patrilineal. Bei Mau Taek Soi Apa Luahan Gomo pada zamannya mendirikan Rumah Suku Monewalu Hoja Bul melalui Perkawinan Patrilineal dan pada saat itulah mulai ada Rumah Suku M dengan A dalam perspektif Monewalu Hoja Bul. Bei Loi Malik generasi kedua melakukan "Faen" atau perkawinan Patrilineal menambah Rumah Suku M dan dalam bagan disebut M2. Seorang Bei Mone melakukan "Paen" atau perkawinan patrilineal menambah Rumah Suku M dan dalam bagan disebut M2. Hal itu terjadi karena Bei Mau Taek adalah seorang pendiri Rumah Suku Monewalu dengan harta kekayaan "Soi apa luhan gomo." Dengan demikian ada tiga generasi M dalam Rumah Suku Monewalu Hoja Bul yaitu Rumah Suku Mot Alam Fulur (M), Rumah Suku Laimea (M1) dan Rumah Suku Hoki'ik (M2). M3 dan selanjutnya tetap berpeluang karena masa depan terbuka untuk kemungkinan itu demi tetap eksisnya Rumah Suku Monewalu Hoja Bul dan barangkali bisa jadi M3 dan M4 dan seterusnya bisa terjadi karena alasaan politis yang bisa saja dapat terjadi di masa yang akan datang. *****
*****
Metro Manila-Philippine,
Kamis 10 September 2020
P. Benediktus Bere Mali, SVD
*****
Daftar Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar