Sabtu, Januari 12, 2013

HOMILI Sabtu 12 Januari 2013




SEGAN RAMAH
PADA YANG RENDAH HATI


1Yoh 5:14-21;Yoh 3:22-30
Sabtu, 12 Januari 2013
Dari Surabaya Untuk Dunia


P. Benediktus Bere Mali, SVD


Hanya ada dua kemungkinan yang bisa terjadi dalam diri seseorang yang sukses dalam hidupnya atau berhasil meraih yang terbaik dalam hidupnya atau sering disebut sebagai orang yang hebat di dalam hidupnya. Dua kemungkinan itu bisa terjadi dan bisa jadi hidup dan ada dalam diri kita atau salah satunya saja ada di dalam diri kita.


Kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi dalam diri orang yang berhasil adalah seseorang yang terbaik itu bisa jadi akan menjadi semakin berada di atas rel kesombongan intelektual, kesombongan  spiritual, kesombongan ekonomi, kesombongan jabatan ATAU seseorang yang sudah meraih prestasi yang tinggi itu bisa jadi akan menjadi semakin memiliki kerendahan hati intelektual atau spiritual atau ekonomi atau kerendahan hati di dalam jabatan yang sedang diterima dan dijalaninya.


Kesombongan intelektual atau kesombongan spiritual atau kesombongan ekonomi atau kesombongan jabatan seseorang bisa jadi mendatangkan kebanggaan bagi diri sendiri tetapi mendatangkan antipati dari sesama. Kerendahan hati intelektual atau kerendahan hati spiritual atau kerendahan hati ekonomi atau kerendahan hati jabatan mendatangkan apresiasi dan segan ramah dari sesama sekitar.


Di antara sekian banyak tokoh hebat dalam Kitab Suci, ada satu tokoh yang secara terbuka dan transparan menempatkan diri di hadapan Tuhan dan manusia, yang diungkapkan dalam kata kunci kerendahan hati spiritual /intelektual bukan kesombongan spiritual / intelektual. Tokoh itu adalah Yohanes Pembaptis. Kesombongan intelektual atau kesombongan spiritual tidak menempati hati nurani Yohanes Pembaptis. Kerendahan hati intelektual atau kerendahan hati spiritual yang mendiami ruangan dirinya yang menuntun perjalanan panggilan hidupnya. Ungkapan yang merangkum karakter pribadinya tertulis dalan kata-kata yang diungkapkan Yohanes Pembaptis :"Aku harus semakin kecil DIA harus semakin besar".


Kerendahan hati spiritual Yohanes mengutamakan kemuliaan Tuhan bukan mencari kemuliaan dirinya. Orang yang mengutamakan Allah dalam perziarahan spiritual seperti Yohanes adalah teladan bagi manusia zaman modern yang semakin mencari popularitas diri dan semakin dibimbing roh kesombongan intelektual dan spiritual atau ekonomi baik dalam kata, sikap maupun perilaku. Bagaimana dengan keunggulan dan kelebihan yang kumiliki? Apakah membuatku semakin rendah hati atau semakin mencari kemuliaan diri?

Kamis, Januari 10, 2013

Kotbah Misa, Jumat 11 Januari 2013



CARA BARU DALAM BERDOA
Jumat, 11 Januari 2013
1 Yoh 5:5-13; Luk 5:12-16
                                                    Dari Surabaya Untuk Dunia                    

P. Benediktus Bere Mali, SVD

Pada zaman ini banyak orang tua yang mengeluh dalam membina anak-anak.  Mereka mengatakan bahwa kalau dulu anak-anak mendengarkan orang tua yang berbicara dalam mengarahkan anak-anak. Anak-anak sekarang mendengarkan kehendak sendiri. Kalau dulu orang tua berbicara dan mengarahkan anak, anak-anak sopan mendengarkan dan melaksanakan kehendak orang tua. Anak-anak sekarang sulit dan bahkan tidak mendengarkan kata-kata arahan orang tua dan melaksanakan apa yang mereka sendiri kehendaki. Dengan kata lain, anak-anak dulu berparadigma “terjadilah padaku menurut kata baik dan benar orang tua”.  Tetapi anak-anak kini berparadigma “terjadilah padaku menurut kehendakku”. 

Menghadapi anak zaman ini orang tua harus menemukan paradigma yang tepat dalam mendampingi dan mengarahkan anak. Paradigma baru yang paling tepat adalah “menurut kehendak anak dan orang tua atau menurut kehendak kita, bukan kehendak orang tua saja atau kehendak anak saja”.  Menggunakan kehendak kita berarti orang tua harus melibatkan diri dalam zaman anak-anak dalam mengantar anak atau menuntun anak pada jalan yang baik dan benar yaitu jalan yang menyelamatkan.

Bacaan suci hari ini khususnya bacaan Injil menggunakan paradigma “menurut kehendak kita” dalam doa orang yang sedang sakit kusta. Alasan mendasar bahwa doa orang sakit kusta itu menggunakan paradigma “menurut kehendak kita” karena orang sakit kusta itu pada satu sisi sebagai subyek yang menentukan imannya datang dan bersujud serta berdoa kepada Yesus, “jika Tuhan mau, tuan dapat mentahirkan aku”.  Pada sisi lain, doa yang lahir dari kehendak bebas dan kepasrahan orang sakit kusta itu, dikabulkan Tuhan Yesus, yang menunjukkan bahwa kesembuhan yang tejadi dan dialami orang sakit yang sembuh itu adalah karena kehendak Allah. Jadi kesembuhan itu terjadi atas kerjasama kehendak manusia yang sakit dengan kehendak Tuhan Yesus.  Berkat iman orang sakit maka mujizat penyembuhan dari Tuhan terjadi atas diri orang sakit.

Kotbah Misa Harian, Kamis 10 Januari 2013

DIPENUHI ROH TUHAN
ATAU ROH  SETAN

1 Yoh 4:19-5:4; Luk 4:14-22a
Kamis 10 Januari 2013
Dari Surabaya Untuk Dunia

P. Benediktus Bere Mali, SVD


Ada orang yang hidupnya membawa suasana yang sejuk dan damai bagi sesama. Tetapi ada orang yang hidupnya dan keberadaannya  hampir selalu membawa kesulitan bagi sesama karena merusak suasana kerukunan dan kebersamaan serta kedamaian bersama.

Dua keadaan yang sering kita alami di dalam kehidupan bersama entah di dalam ruang lingkup yang paling kecil, misalnya keluarga, sampai ruang lingkup yang lebih luas, misalnya di tempat kerja kita, di lingkungan masyarakat kita, atau pun di dalam lingkungan Gereja.  Dua keadaan tersebut mengantar kita pada tema renungan kita pada hari ini yaitu : “Dipenuhi Roh Tuhan atau Roh Iblis”.


Orang yang ada dan kehadirannya selalu membawa kekacauan di dalam hidup dan kehidupan bersama merupakan tanda orang yang selalu membuat kita melahirkan antipasti kepadanya. Sebaliknya orang yang ada dan hadir sebagai pembawa sukacita, damai, aman,  bahagia dan kesejukan bagi sesama, membuat kita memberikan apresiasi yang mendalam kepadanya.


Bacaan Suci hari ini berisi tentang orang yang memiliki kepenuhan Roh Tuhan dan roh setan. Tanda orang yang dipenuhi roh setan adalah kehadirannya sebagai orang yang membenci sesama, iri hati, mengganggu ketenangan umum, menindas sesama, membeda-bedakan sesama dalam relasi, membunuh karakter sesama dengan isu dan gossip yang tidak benar. Sedangkan orang yang dipenuhi dengan Roh Tuhan adalah orang yang menyelamatkan sesama melintas batas, membawa damai dan sukacita bagi semua orang melintas batas, menjaga keamanan dan keselamatan umum, membawa kesejukan dan inspirasi bagi kebersamaan dalam hidup bersama, orang yang tidak menindas sesama baik dengan sikap, kata-kata dan tindakan.

Pertanyaan kita adalah : Mengapa terjadi terorisme di tanah air? Apakah kita meneror sesama dengan kata, sikap dan perilaku kita, dalam keluarga dan komunitas tempat dimana kita tinggal dan hidup? Kita sebagai orang Katolik hadir dalam Sabda Allah : “Roh Tuhan ada pada-Ku.” Dengan memberikan yang terbaik bagi kepentingan dan keselamatan bersama, dalam kehidupan kita bersama semua orang lintas batas. Inilah kesaksian kita di tengah dunia, tanda kehadiran Allah pusat iman kita.



Rabu, Januari 09, 2013

Kotbah Misa Harian, Rabu 9 Januari 2013



BERSATU DENGAN YESUS KITA TEGUH
BERCERAI DENGAN YESUS KITA RUNTUH

Rabu 9 Januari 2013
1Yoh 4:11-18; Mrk 6 : 45 – 52
Dari Surabaya Utk Dunia


P. Benediktus Bere Mali, SVD


Pada tanggal 7 September 2012, saya menghadiri rekoleksi di Kapela  Soverdi Dilli-Timor Leste. Ada satu hal yang sangat menarik sekali dalam rekoleksi itu. Sebelum masuk ruangan rekoleksi, pemimpin rekoleksi memberikan sebatang lidi kepada setiap peserta yang akan masuk dalam ruangan itu.


Setelah di dalam ruangan ada petugas lain yang menerima dan mengumpulkan kembali lidi-lidi itu menjadi sebuah ikatan persatuan yang kuat, lalu petugas itu menyapu bersih sampah yang sudah disiapkan dalam ruangan rekoleksi itu.


Peristiwa ini mengantar peserta rekoleksi memusatkan seluruh perhatian pada tema "Bersatu kita teguh bercerai kita runtuh. Bersatu dengan Tuhan Yesus dan bersatu antara konfrater merupakan kekuatan yang luar biasa dalam mewartakan kebaikan dan kebenaran yang bersumber dari Tuhan Yesus sendiri. Berpisah atau bercerai dengan Tuhan Yesus dan dengan konfrater dalam komunitas dan dalam bermisi, akan membawa kehancuran bukan keselamayan". Yesus setelah sibuk dengan berkarya menyepi ke bukit berdoa menimbah kekuatan baru dan untuk mengikat persatuan spiritual yang kokoh dengan Bapa dan Roh Kudus Allah.

Dalam keadaan seperti itu, dalam sela-sela istirahat, ia menatap ke danau sedang angin sakal menghalangi pelayaran para murid sebagai kaki tanganNya dalam bermisi. Keadaan alam semakin mengancam keselamatan jiwa para murid di tengah danau.

Dalam kekelaman malam gelombang yang sangat tidak bersahabat lagi dengan pelayaran manusia, Yesus Sang Terang Sejati menampakkan kuasaNya atas alam ciptaanNya dengan berjalan di atas air, dan meneguhkan para murid dalam SabdaNya  "Tenangalah Aku ini! Jangan Takut.." dalam mengarungi gelombang alam yang sangat tidak bersahabat malah sangat mengancam kehidupan jiwa para muridNya. Yesus lalu masuk ke dalam Perahu, tinggal bersama para murid serta berlayar bersama mereka, maka redahlah gelombang alam yang sangat dahsyat kekuatannya.


Bersama Yesus dalam pelayaran memberikan ketenangan dan kedamaian yang sejati menuju tujuan yang dicita-citakan. Berpisah dengan Yesus membuka pintu lebar bagi amukan gelombang dahsyat mengancam kehidupan.


Kita dalam hidup menciptakan ketenangan bathin dengan pusat pandangan, perilaku dan aksi kita pada sang sumber ketenangan sejati yaitu Tuhan Yesus sendiri. Selama kita selalu bersama Yesus andalan kita, maka kita akan menjadi orang yang tenang di dalam perjalanan panggilan kita.


Tetapi kita pun dapat menciptakan gelombang hidup bahkan gelombang hidup itu dari yang kecil-kecil sampai yang amukannya sangat dahsyat mengancam jiwa panggilan kita, karena kita berjalan meninggalkan Tuhan Yesus menuju kekuatan diri yang sangat rapuh dalam perjalanan panjang panggilan kita di tengah aneka gelombang dunia.


Kita meninggalkan kekuatan Tuhan Yesus dengan mengandalkan kekuatan egoisme dan kesombongan diri yang menjatuhkan kita sampai kita tidak dapat bangun lagi untuk berjalan maju lagi.


Dalam keadaan seperti itu, kita kembali mengakui semua kesalahan dan dosa kita kepada Tuhan dalam sakramen Rekonsiliasi, dan dengan rendah hati berjalan bersama Yesus yang selalu membuka tangan kasihNya menyambut dan merangkul serta memberikan kekuatan kita untuk bangkit kembali terus berlangkah maju bersama Tuhan Yesus sumber keselamatan yang sejati.

Kotbah MIsa Harian, Selasa 8 Januari 2013



MISI YESUS ITU MENDARAT

(1Yoh 4:7-10; Mrk 6:34-44)
Selasa 8 Januari 2013
Dari Soverdi Surabaya Untuk Dunia

P. Benediktus Bere Mali, SVD



Orang lapar membutuhkan makanan. Orang haus membutuhkan air. Misi di antara orang lapar, berarti misionaris memberikan makan kepada umatnya yang lapar. Misi di antara umat yang haus berarti misionaris memberikan minuman kepada umatnya yang haus. Misi di antara umat yang kurang pendidikan, berarti misionaris memberikan kebutuhan umat akan pendidikan. Misi di antara umat yang kurang kehidupan ekonominya, berarti misionaris memberikan kebutuhan akan pengaturan kehidupan ekonomi umat yang baik dan benar. Dengan demikian misi misionaris selalu kontekstual menjawabi kebutuhan umat. Dengan kata lain misi misionaris yang mendarat.


Yesus bermisi di antara umat yang lapar dan haus. Yesus secara kontekstual melayani umat yang lapar dan haus akan makanan fisik. Maka Yesus memberikan makanan dan minuman kepada umatnya yang lapar yang sedang dihadapi Yesus. Makanan yang ada pada umat dilipatgandakan dengan berkat Tuhan yang melahirkan mujizat perlipatgandaan makanan bagi kebutuhan umat secara cukup bahkan ada sisanya.


Mengapa ada sisa? Tuhan memberikan kebutuhan kepada manusia tidak pas-pasan, tetapi ada yang lebih, tetapi bukan untuk dihambur-hamburkan, atau diboroskan melainkan untuk dikumpulkan, ditabung untuk masa depan yang lebih cerah.  Biasanya dalam kehidupan manusia, ada makanan sisa, ada unag sisa, menunjukkan bahwa makanan yang ada, uang yang masih sisa, tidak boleh dihambur-hamburkan, dibuang-buang, tetapi yang sisa itu, yang lebih itu harus ditabung untuk masa depan, untuk kelangsungan hari esok yang lebih baik.


Hal ini jelas diungkapkan dalam Injil bahwa makanan sisa itu dikumpulkan kembali, tidak dibuang atau tidak dihambur-hamburkan. Makanan sisa yang dikumpulkan itu diolah kembali dan dijual serta uangnya ditabung atau dipinjamkan kepada para pedagang untuk melipatgandakan uang itu untuk hari esok yang lebih cerah.


Dalam kehidupan kita dijumpai banyak karakter manusia. Ada yang pandai menabung uang dan menggandakan uangnya untuk masa depan hidupnya. Ada yang memperoleh uang dan segera menghabiskan uang secara foya-foya.


Kompas, Minggu, 6 Januari 2013, hal. 18, dalam sebuah tulisan berjudul: Biaya Baik vs Biaya Jahat, oleh Elvyn G Masassya, berisi tentang orang yang mengeluarkan keuangan setiap hari berdasarkan kebutuhan dan ada yang mengeluarkan keuangan setiap hari berdasarkan kesenangan yang tak terkendalikan. Orang yang mengeluarkan keuangan tanpa sikap hidup hemat disebut sebagai biaya jahat. Sedangkan orang yang mengeluarkan keuangan setiap hari berdasarkan kebutuhan yang cukup dan hidup hemat ada dalam kategori biaya baik.


Biaya baik ini sangat membangun harapan akan masa depan dan hari esok yang lebih cerah dan menjanjikan. Kita bercita-cita akan hari esok lebih baik. Hasil pekerjaan hari ini, kita gunakan sesuai kebutuhan yang cukup bukan berdasarkan kesenangan yang tak terkendalikan. Sisa biaya hidup hari ini, selalu kita tabung untuk masa depan yang lebih baik bagi diri kita sendiri dan anak cucu kita. Ini adalah cara kita memiliki biaya baik dalam perjalanan kita menyongsong masa depan hidup kita.