Senin, Mei 27, 2013

BERSIHKAN SALURAN BAGI RAHMAT BELASKASIHAN TUHAN



SALURAN RAHMAT BELASKASIH TUHAN : Kotor vs Bersih
*P.Benediktus Bere Mali, SVD*

Belas kasih Allah itu mengalir seperti sungai kepada hati manusia. Selama hati manusia rendah hati dan bersih maka Rahmat belas kasih Allah itu mengalir lancar ke dalam diri manusia. Sebaliknya ketika manusia berdosa durjana maka saluran itu menjadi kotor bahkan kotoran yang bertumpuk-tumpuk akan menyumbat aliran rahmat belaskasihan Allah itu, sehingga hidup pribadi manusia menjadi merana.
Pemuda yang kaya raya akan harta duniawi berharap untuk mengalami dan memiliki juga harta surga yaitu hidup kekal dalam nama Tuhan Yesus. Pemuda itu berpikir bahwa kaya harta dunia adalah jaminan kaya harta surga. Pola pemikiran ini adalah pola yang berlaku di dalam bangsa Yahudi. Sukses dan kaya harta dunia adalah berkat dari Tuhan, maka pasti masuk ke dalam kehidupan yang kekal. Orang yang gagal dan miskin di dunia adalah sebuah kehilangan berkat Tuhan atas diri mereka.
Pemuda kaya itu dengan pola pikir budaya bangsa Yahudi demikian datang kepada Yesus untuk memperoleh harta surga yaitu masuk ke dalam kehidupan yang kekal. Tuhan Yesus tahu suasana hatinya. Dia mau memperoleh kehidupan yang kekal tetapi masih melekat pada harta duniawi tanpa memberikan bantuan kepada sesama di sekitar yang sangat miskin dan sangat membutuhkan pertolongan kepadanya tetapi dosa menutup tangan, mata dan hatinya kepada mereka. Maka ketika si pemuda kaya itu meminta pada Yesus tentang syarat memperoleh kehidupan kekal, Yesus memberitahukan kepadanya bahwa hanya satu yang kurang di dalam dirimu untuk memperoleh kehidupan yang kekal yaitu: menjual harta duniawi dan hasil jualan itu berikan kepada orang-orang miskin yang ada di sekitarnya.
Syarat itu sangat konkret untuk dilaksanakan. Tetapi pemuda yang kaya raya itu merasa sulit untuk melaksanakan hal itu untuk meraih harapannya untuk memperoleh hidup kekal. Pemuda kaya itu kembali ke tempatnya dengan hati yang sangat sedih karena hartanya banyak sekali. Kesedihan itu lahir dari materialisme yang telah menjadi “tuhan”nya di dalam kehidupannya, yang membuat dia menutup pintu menuju kehidupan yang kekal yang nuraninya harapkan.
Saluran rahmat Tuhan tersendat ke dalam diri Pemuda kaya itu karena dosa materialisme yang menyumbat aliran rahmat itu di dalam dirinya. Butuh waktu dan proses bagi pemuda itu untuk membersihkan saluran rahmat yang telah tersumbat oleh sampah materialisme agar aliran rahmat kehidupan kekal yang diharapkannya dapat terealisir.  Pemuda kaya itu perlu bertobat, artinya berjalan meninggalkan materialisme menuju kehidupan yang penuh dalam Nama Tuhan sumber keselamatan.



Homili Senin 27 Mei 2013
Sir 17 : 24 – 29
Mzm 32
Mrk 10 : 17 - 27

Homili Senin 27 Mei 2013



SALURAN RAHMAT BELASKASIH TUHAN : Kotor vs Bersih
*P.Benediktus Bere Mali, SVD*

Belas kasih Allah itu mengalir seperti sungai kepada hati manusia. Selama hati manusia rendah hati dan bersih maka Rahmat belas kasih Allah itu mengalir lancar ke dalam diri manusia. Sebaliknya ketika manusia berdosa durjana maka saluran itu menjadi kotor bahkan kotoran yang bertumpuk-tumpuk akan menyumbat aliran rahmat belaskasihan Allah itu, sehingga hidup pribadi manusia menjadi merana.
Pemuda yang kaya raya akan harta duniawi berharap untuk mengalami dan memiliki juga harta surga yaitu hidup kekal dalam nama Tuhan Yesus. Pemuda itu berpikir bahwa kaya harta dunia adalah jaminan kaya harta surga. Pola pemikiran ini adalah pola yang berlaku di dalam bangsa Yahudi. Sukses dan kaya harta dunia adalah berkat dari Tuhan, maka pasti masuk ke dalam kehidupan yang kekal. Orang yang gagal dan miskin di dunia adalah sebuah kehilangan berkat Tuhan atas diri mereka.
Pemuda kaya itu dengan pola pikir budaya bangsa Yahudi demikian datang kepada Yesus untuk memperoleh harta surga yaitu masuk ke dalam kehidupan yang kekal. Tuhan Yesus tahu suasana hatinya. Dia mau memperoleh kehidupan yang kekal tetapi masih melekat pada harta duniawi tanpa memberikan bantuan kepada sesama di sekitar yang sangat miskin dan sangat membutuhkan pertolongan kepadanya tetapi dosa menutup tangan, mata dan hatinya kepada mereka. Maka ketika si pemuda kaya itu meminta pada Yesus tentang syarat memperoleh kehidupan kekal, Yesus memberitahukan kepadanya bahwa hanya satu yang kurang di dalam dirimu untuk memperoleh kehidupan yang kekal yaitu: menjual harta duniawi dan hasil jualan itu berikan kepada orang-orang miskin yang ada di sekitarnya.
Syarat itu sangat konkret untuk dilaksanakan. Tetapi pemuda yang kaya raya itu merasa sulit untuk melaksanakan hal itu untuk meraih harapannya untuk memperoleh hidup kekal. Pemuda kaya itu kembali ke tempatnya dengan hati yang sangat sedih karena hartanya banyak sekali. Kesedihan itu lahir dari materialisme yang telah menjadi “tuhan”nya di dalam kehidupannya, yang membuat dia menutup pintu menuju kehidupan yang kekal yang nuraninya harapkan.
Saluran rahmat Tuhan tersendat ke dalam diri Pemuda kaya itu karena dosa materialisme yang menyumbat aliran rahmat itu di dalam dirinya. Butuh waktu dan proses bagi pemuda itu untuk membersihkan saluran rahmat yang telah tersumbat oleh sampah materialisme agar aliran rahmat kehidupan kekal yang diharapkannya dapat terealisir.  Pemuda kaya itu perlu bertobat, artinya berjalan meninggalkan materialisme menuju kehidupan yang penuh dalam Nama Tuhan sumber keselamatan.



Homili Senin 27 Mei 2013
Sir 17 : 24 – 29
Mzm 32
Mrk 10 : 17 - 27

Sabtu, Mei 25, 2013

BERSAHABAT : Palsu versus Sejati



SAHABAT : Palsu vs Sejati
*P.Benediktus Bere Mali, SVD*

Manusia adalah makhluk multidimensional. Salah satu pendekatan yang digunakan untuk mengenal siapa sebetulnya manusia itu adalah “persahabatan manusia” yang dibangun dan dimilikinya. Sahabat bagi manusia itu bermuka dua, dalam arti manusia bisa menjadi sahabat palsu bagi sesamanya atau manusia bisa menjadi sahabat palsu bagi sesamanya.
Sahabat palsu adalah orang yang membangun relasi dengan sesama selama sesama memberikan sumbangan atau kontribusi, artinya persahabatan yang dibangun di atas dasar “ada apanya”. Sedangkan sahabat sejati adalah orang yang membangun relasi dengan sesama dalam segala kondisi baik dalam suka maupun duka, baik dalam sehat maupun dalam keadaan sakit, artinya persahabatan yang berlangsung berdasarkan “apa adanya” tanpa pamrih tertentu.
Kitab Sirak menampilkan sahabat yang sejati yaitu orang yang setia pada sesama dalam segala suka maupum duka yang dialaminya dalam persahatan itu. Orang yang tidak meninggalkan persahabatan dengan sesama ketika sahabat itu dalam keadaan serba kecukupan ataupun dalam keadaan yang “kere”. Seorang sahabat sejati itu selalu hadir di samping sahabatnya tanpa pamrih, tanpa ada apanya tetapi hadir apa adanya.
Seorang sahabat sejati berkekuatan pada keterikatannya kepada Allah yang menjadi nyata dalam diri Yesus sahabat sejati bagi kita. Yesus hadir dalam penyerahan seluruh diriNya decara utuh bagi kita manusia untuk menebus kita. Puncak Yesus menyerahkan diri bagi kita adalah menderita dan wafat di kayu salib sampai mati, dimakamkan dan bangkit pada hari ketiga. Seorang sahabat sejati menyerahkan nyawanya bagi domba-dombanya.
Perceraian antara suami dengan isteri terjadi karena tidak ada persahabatan sejati dalam kehidupan keluarga suami dengan isteri bersama anak-anaknya. Yang ada adalah sahabat palsu. Suami atau isteri atau anak hadir di samping sesama dalam keluarga selama kehadiran sesama memberikan keuntungan kepada dirinya. Ketika diri harus memberikan apa yang dimililikinya bagi sesama, diri tidak rela dan meninggalkan sesamanya mengalami aneka kesulitan dan persoalannya.
Perceraian terjadi karena masing-masing mengutamakan egoisme. Masing-masing orang tidak mengutamakan kita dalam keluarga. Masing-masing orang mengutamakan aku-isme dan engkau-isme. Unsur ke-kita-an dilupakan. Ketika akuisme dan engkauisme adalah utama maka disitulah perceraian lahir dan ada. Sebaliknya ketika masing-masing orang di dalam kehidupan komunitas mengutamakan unsur “kita” unsur “kekitaan” maka itulah kekuatan persatuan dalam komunitas keluarga.
Model sahabat sejati yang mengutamakan prinsip kebersamaan atau unsur “ke-kita-an” dalam komunitas keluarga adalah komunitas Allah Tritunggal Maha Kudus. Bapa dan Putera dan Roh Kudus adalah SATU dalam kualitas bukan dalam kuantitas. Bapa, Putera dan Roh Kudus adalah Satu Visi dan Misi yaitu untuk kebaikan, kebenaran, keselamatan bersama.
Menjadi sahabat sejati berarti : deritamu, deritaku, derita kita bersama. Menjadi sahabat sejati berarti: sukacitaku, sukacitamu, sukacita kita bersama.  Menjadi sahabat sejati berarti : cintaku, cintamu, cinta kita bersama.

Homili Jumat 24 Mei 2013
Sir 17 : 1 – 15
Mzm 103
Mrk 10 : 13 - 16

Homili Jumat 24 Mei 2013



SAHABAT : Palsu vs Sejati
*P.Benediktus Bere Mali, SVD*

Manusia adalah makhluk multidimensional. Salah satu pendekatan yang digunakan untuk mengenal siapa sebetulnya manusia itu adalah “persahabatan manusia” yang dibangun dan dimilikinya. Sahabat bagi manusia itu bermuka dua, dalam arti manusia bisa menjadi sahabat palsu bagi sesamanya atau manusia bisa menjadi sahabat palsu bagi sesamanya.
Sahabat palsu adalah orang yang membangun relasi dengan sesama selama sesama memberikan sumbangan atau kontribusi, artinya persahabatan yang dibangun di atas dasar “ada apanya”. Sedangkan sahabat sejati adalah orang yang membangun relasi dengan sesama dalam segala kondisi baik dalam suka maupun duka, baik dalam sehat maupun dalam keadaan sakit, artinya persahabatan yang berlangsung berdasarkan “apa adanya” tanpa pamrih tertentu.
Kitab Sirak menampilkan sahabat yang sejati yaitu orang yang setia pada sesama dalam segala suka maupum duka yang dialaminya dalam persahatan itu. Orang yang tidak meninggalkan persahabatan dengan sesama ketika sahabat itu dalam keadaan serba kecukupan ataupun dalam keadaan yang “kere”. Seorang sahabat sejati itu selalu hadir di samping sahabatnya tanpa pamrih, tanpa ada apanya tetapi hadir apa adanya.
Seorang sahabat sejati berkekuatan pada keterikatannya kepada Allah yang menjadi nyata dalam diri Yesus sahabat sejati bagi kita. Yesus hadir dalam penyerahan seluruh diriNya decara utuh bagi kita manusia untuk menebus kita. Puncak Yesus menyerahkan diri bagi kita adalah menderita dan wafat di kayu salib sampai mati, dimakamkan dan bangkit pada hari ketiga. Seorang sahabat sejati menyerahkan nyawanya bagi domba-dombanya.
Perceraian antara suami dengan isteri terjadi karena tidak ada persahabatan sejati dalam kehidupan keluarga suami dengan isteri bersama anak-anaknya. Yang ada adalah sahabat palsu. Suami atau isteri atau anak hadir di samping sesama dalam keluarga selama kehadiran sesama memberikan keuntungan kepada dirinya. Ketika diri harus memberikan apa yang dimililikinya bagi sesama, diri tidak rela dan meninggalkan sesamanya mengalami aneka kesulitan dan persoalannya.
Perceraian terjadi karena masing-masing mengutamakan egoisme. Masing-masing orang tidak mengutamakan kita dalam keluarga. Masing-masing orang mengutamakan aku-isme dan engkau-isme. Unsur ke-kita-an dilupakan. Ketika akuisme dan engkauisme adalah utama maka disitulah perceraian lahir dan ada. Sebaliknya ketika masing-masing orang di dalam kehidupan komunitas mengutamakan unsur “kita” unsur “kekitaan” maka itulah kekuatan persatuan dalam komunitas keluarga.
Model sahabat sejati yang mengutamakan prinsip kebersamaan atau unsur “ke-kita-an” dalam komunitas keluarga adalah komunitas Allah Tritunggal Maha Kudus. Bapa dan Putera dan Roh Kudus adalah SATU dalam kualitas bukan dalam kuantitas. Bapa, Putera dan Roh Kudus adalah Satu Visi dan Misi yaitu untuk kebaikan, kebenaran, keselamatan bersama.
Menjadi sahabat sejati berarti : deritamu, deritaku, derita kita bersama. Menjadi sahabat sejati berarti: sukacitaku, sukacitamu, sukacita kita bersama.  Menjadi sahabat sejati berarti : cintaku, cintamu, cinta kita bersama.

Homili Jumat 24 Mei 2013
Sir 17 : 1 – 15
Mzm 103
Mrk 10 : 13 - 16

Homili Sabtu 25 Mei 2013



SEPERTI ANAK KECIL : Negatif vs Positif
*P. Benediktus Bere Mali, SVD*

Seorang anak kecil di dalam dirinya ada unsur-unsur positif di dalam dirinya yaitu keterbukaan dalam mengatakan apa adanya kepada orang tua, dan sesame di sekitarnya. Anak kecil polos dan jujur dalam menampilkan diri di depan orang tua dan sesama di sekitarnya. Contoh anak kecil ditanya oleh seorang tamu tentang keadaan orang tua, dia akan mengatakan apa adanya tanpa menyembunyikan sesuatu kepada tamu sekalipun penanya itu adalah orang asing.
Anak kecil juga bisa menjadi kekanak-kanakan atau infantil dalam hidupnya. Ada anak kecil yang tinggal dengan orang lain tidak manja tetapi ketika bersama kedua orang tuanya sering menampilkan diri untuk dimanja dan hidup untuk kekanak-kanakan. Contoh ketika kedua orang tuanya pergi ke suatu tempat yang jauh, lantas pulang ke rumah bertemua dengan anaknya yang masih kecil, rasa dimanja sangat dominan dan anak menjadi kekanak-kanakan. Pada hal selama kedua orang tuanya pergi, anak kecil itu tidak berlaku seperti itu.
Bacaan Injil hari ini menampilkan hidup  para murid seperti anak kecil, dalam arti positif yaitu keterbukaan dan kejujuran serta kepolosan, tampil apa adanya, sebagai syarat penting bagi pengikut Yesus masuk ke dalam Kerajaan Allah. Sebaliknya seorang pengikut Yesus yang berlaku seperti anak kecil dalam arti negatif dengan cara menampilkan diri secara kekanak-kekanakan, maka orang itu tidak layak masuk ke dalam Kerajaan Allah.
Kita adalah pengikut Yesus. Usia kita sudah dewasa. Perilaku kita juga semestinya dewasa. Perilaku yang kenak-kanakan adalah penghalang bagi kita untuk berjalan mulus sesuai kehendak Allah sendiri yang menyelamatkan kita dan sesama. Kedewasaan kita sebagai seorang pengikut Tuhan Yesus bukan sesuatau yang sudah jadi tetapi kita terus berjuang menata diri dalam membangun dan membentuk diri dalam kedewasaan dalam proses yang berkelanjutan dan tidak pernah akan berkahir selama hidup kita di dunia ini. Kita berjuang untuk hidup dewasa dan perjuangan kita dipersembahkan kepada Tuhan yang selalu setia menyertai kita dalam membimbing kita dengan Roh KudusNya untuk senantiasa berjalan di atas jalan-jalanNya yang menyelamatkan.

Homili Sabtu 25 Mei 2013
Sir 17:1-15
Mzm 103
Mrk 10:13-16